"(Para tersangka) menawarkan perumahan harga murah dengan iming-iming perumahan syariah. Harganya murah, tanpa riba, tanpa checking bank sehingga masyarakat tertarik. Ada 3.680 korban, dari itu semua kita sudah memeriksa 63 korban," kata Kapolda Metro Jaya dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (16/12/2019) yang dikutip dari Kompas.com.
Kapolda Metro Jaya menjelaskan, keempat tersangka memiliki peran yang berbeda-beda.
Tersangka MA berperan sebagai komisaris PT Wepro Citra Sentosa yang berinisiatif dan merencanakan pembangunan perumahan fiktif.
Tersangka SW berperan sebagai direktur utama PT Wepro Citra Sentosa yang menjalankan perusahan serta bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka penjualan perumahan fiktif tersebut.
Tersangka CB berperan sebagai karyawan pemasaran yang membuat iklan dan brosur untuk meyakinkan para konsumen membeli perumahan fiktif tersebut.
Sementara itu, tersangka S merupakan istri dari tersangka MA.
Dia berperan sebagai pemegang rekening yang menampung uang dari para korban.
Perumahan syariah itu rencananya akan dibangun di daerah Tangerang Selatan dan Banten.
Kepada para korban, tersangka menjanjikan pembangunan perumahan itu rampung pada Desember 2018.
"Kenyataannya mereka dijanjikan bulan Desember 2018, pembeli perumahan sudah diberikan kunci. Faktanya tidak diberikan hingga Maret 2019," ungkap Gatot.