Baca Juga: Heboh! Pembuatan Film Porno di Situs Suci Bersejarah, Membuat Warga Marah dan Geram
Melansir dari Kompas.com,psikolog klinis sekaligus Dekan Fakultas Psikologi Undip, Dr. Hastaning Sakti, M.Kes memberikan penjelasan mengenai psikolog yang berhak melakukan terapi.
Seseorang dapat dikatakan sebagai psikolog bila telah melalui berapa tahapan.
"Pertama, lulus S1 atau sarjana harus dari Fakultas Psikologi," terang Hasta seperti dikutip Wiken.id,Senin (17/2/2020).
Karena sarjana psikologi mendapatkan semua dasar-dasar ilmu psikologi.
Mulai dari sejarah sampai bagiamana menjadi konselor yang baik, melakukan wawancara, melakukan observasi, mengetahui aneka macam terapi dan tes, dan membuat perangkat tes psikologinya.
"Ketika dia (mahasiswa S1 psikologi) lulus, itu belum dikatakan psikolog. Nah, dia kemudian mengambil profesi psikologi di S2 atau Magister Psikologi. Setelah dia lulus dari Magister profesi psikologi, baru dikatakan psikolog. Itu pun dia sebelumnya harus mencari bermacam-macam kasus dan sebagainya, termasuk mendapat lisensi Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI)," kata Hasta.
"Ini (Magister Psikolog) berbeda dengan Magister Sains.
Jika S1-nya psikologi kemudian S2 masuk program sains, itu dia tidak memiliki lisensi untuk buka praktik karena dia bukan psikolog," jelasnya.
Hasta melanjutkan, seseorang baru bisa dikatakan sebagai psikolog jika memang dia memiliki kualifikasi lulusan dari sarjana dan magister profesi psikologi. Selain itu tidak.
Semisal, lulusan sarjana psikologi melanjutkan magisternya di bidang lain, dia sudah tidak dapat disebut psikolog.Baca Juga: Datangi Korban Banjir, Bantuan dari Bupati Jember Ditarik Lagi, Netizen : Warganya Sendiri Diprank