WIKEN.ID - Belakangan ini, penipuan digital semakin marak terjadi bahkan penipuan yang digunakan pun semakin canggih.
Ditambah lagi di era digital ini masyarakat lebih memilih belanja online karena dinilai lebih praktis, mudah, dan tidak butuh banyak biaya.
Hal ini pun menjadi “peluang besar” bagi para penipu online dalam menjalankan aksinya.
Baru-baru ini, Center for Digital Society Universitas Gajah Mada (UGM) bersama Program Magister Ilmu Komunikasi UGM dan PR2Media merilis hasil temuannya
Yakni bertajuk "Penipuan Digital di Indonesia: Modus, Medium, dan Rekomendasi".
Dalam diskusi daring yang diadakan, Rabu (24/8/2022), Novi Kurnia selaku Dosen Departemen Ilmu Komunikasi UGM dan ketua tim peneliti mengatakan riset tersebut menghasilkan potret kerentanan masyarakat Indonesia terhadap penipuan digital yang bersifat lintas sektoral dan modusnya terus berkembang seiring meningkatnya kebiasaan digital masyarakat.
"Berdasarkan temuan riset dan diskusi dengan para pemangku kepentingan, kami menilai otoritas di Indonesia belum bersinergi untuk melakukan langkah mitigasi yang memadai, seperti yang sudah dilakukan di banyak negara lain. Akibatnya, masyarakat belum terlindungi dari salah satu risiko era digital ini," kata Novi Kurnia.
Survei tim peneliti terhadap 1.700 responden di 34 provinsi menemukan, 66,6% responden (1.132 orang) pernah menjadi korban.
Yakni dengan modus penipuan terbanyak adalah penipuan berkedok hadiah yang dilakukan melalui SMS dan panggilan telepon.
Dari 1.132 yang pernah jadi korban, survei survei mencatat korban paling banyak berasal dari penipuan berkedok hadiah melalui jaringan seluler (36,9%).