Masalah kemudian muncul ketika hendak membawa pulang jenazah Raka.
"Bayi saya selesai diurus di ruang jenazah sebelum pukul 18.30. Saat itu, saya ditanya oleh petugas jenazah, 'Bawa mobil atau tidak?'," ujar Vebby.
Rupanya, ia ke RS Budhi Asih bersama suaminya menggunakan taksi online dari rumah di kawasan Cakung, Jakarta Timur.
Petugas jenazah kemudian memberinya opsi, yakni menggunakan ambulans Pemprov DKI Jakarta atau ambulans swasta.
"Mereka bilang, ambulans DKI kemungkinan lama. Ambulans swasta mahal. Sementara ambulans mereka sedang tidak stand by," kata Vebby.
"Dalam posisi kalut gitu, saya berpikir, kalau yang namanya lama itu pasti di atas dua jam. Kalau mahal di atas Rp 300.000. Sementara uang pegangan saya tinggal sekitar Rp 100.000," ia menambahkan.
Pilihan paling efisien akhirnya jatuh ke moda taksi online.
Namun, yang terjadi seperti yang telah dikisahkan.
Ia dua kali ditolak, padahal yang ia inginkan hanya membawa jenazah anak kelimanya itu kembali ke rumah.
"Mereka (pengemudi taksi online) kan butuh waktu lama untuk datang. Begitu datang, petugas jenazah memberi surat jalan bahwa ini membawa jenazah. Pengemudi yang pertama seperti marah gitu, bilangnya order tidak sesuai dengan aplikasi. Sementara pengemudi kedua menolak begitu saja," Vebby bercerita. (*)