WIKEN.ID -Siapa yang tak kenal dengan sungai musi di Sumatera Selatan?
Sungai yang terbentang di bawah jembatan Ampera ini merupakan habitat bagi berbagai jenis ikan tawar di Indonesia.
Salah satunya adalah ikan tapah atau yang bisa disebut Wallago.
Ikan berkumis seperti ikan lele, dengan panjangnya mencapai 2,5 meter ini merupakan ikan yang dikonsumsi oleh masyarakat Sumatera Selatan.
Salah satu masakan yang menggunakan ikan tapah sebagai bahan utamanya, adalah pindang.
Salah satu pusat ikan tapah di Sumatera Selatan adalah di Desa Danau Cala, Kecamatan Lais, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan.
Karena diburu setiap hari, ikan ini pun menjadi terancam.
Melihat hal itu, warga Desa Danau Cala pun melakukan berbagai langkah untuk mempertahankan ketersediaan ikan tawar ini.
“Kami melakukan pembesaran ikan tapah. Pembesaran ini dilakukan menggunakan keramba,” kata Mulyadi, Ketua Kelompok Tani Sumber Harapan, Desa Danau Cala, Kecamatan Lais, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, kepada Mongabay Indonesia, Jumat (8/11/2019).
Pembesaran yang dimaksud Mulyadi sudah berjalan dan dilakukan beberapa warga desa tiga tahun lalu.
Namun, karena keterbatasan modal, cara itu tidak berhasil.
“Alhamdulillah, 2019 ini kami dapat bantuan dari Badan Restorasi Gambut (BRG) untuk melakukan pembesaran yang melibatkan 17 nelayan, termasuk saya. Bantuan berupa pembuatan 17 keramba dengan ribuan bibit beserta pakannya,” katanya.
Baca Juga: Usai Bersihkan Telinga dengan Cutton Bud, Pria Ini Menderita Infeksi Otak yang Mematikan
Makanan ikan tapah bukan makanan yang dibuat sendiri.
Tapi, anak-anak ikan sepat, seluang dan gondang.
“Pakan ini dibeli dari masyarakat. Ke depan kami hanya fokus pada gondang, tapi saat ini jumlahnya belum mencukupi, sehingga akan dikembangkan pembiakan,” ucap Mulyadi.
Baca Juga: Rasa Sakitnya Dikira Tanda Menopause, Tak Menyangka Ibu Ini Justru Alami Kondisi Mematikan!
Setidaknya ada tiga alasan mengapa warga desa melakukan pembesaran.
Pertama, ikan tapah yang berukuran sedang sekitar 3-5 kilogram sulit ditemui, sedangkan jika berat di bawah 3 kilogram harganya mudah sementara di atas 5 kilogram sulit dicari pembeli.
Kedua, populasi ikan ini berkurang setiap tahun dengan permintaan yang selalu meningkat, menimbulkan perbandingan yang tak sebanding.
Ketiga, setiap nelayan menjaring ikan, yang didapat hanya ikan tapah yang beratnya di bawah 1 kilogram.
Harga ikan tapah dengan berat antara 3-5 kilogram yang dijual dari nelayan langsung berkisar antara Rp 60 ribu per kilogram.
Sedangkan untuk harga pasaran dengan berat yang sama berkisar antara Rp 80-90 ribu per kilogram.
Sementara ikan tapah yang beratnya sekitar 2 kilogram dihargai Rp 30 ribu per kilogram dari tangan nelayan.
Keterancaman hewan ini juga akibat susahnya mendapatkan ikan ini. Para nelayan di Desa Danau Cala tidak sepanjang tahun mendapatkan ikan tapah.
“Biasanya Mei-Juli setiap tahun, saat musim pasang,” kata Mulyadi.
Bulan-bulan di luar musim itu, apalagi musim kemarau saat ini, sulit sekali didapat, termasuk jenis lainnya seperti ikan lais, patin, gabus, toman, dan baung.
“Pada musim kemarau seperti ini, ikan tapah hasil pembesaran yang banyak dijual nelayan. Setiap hari pedagang meminta minimal 300 kilogram dari desa kami, selain ikan lainnya,” katanya.
(Mega Khaerani)