Sedangkan suaminya bekerja serabutan di kawasan pemakan tersebut, kadang menjadi tukang gali kubur atau kadang jadi tukang pembersih makan apabila ada permintaan.
Penghasilan yang didapat keduanya pun tak menentu dan pas-pasan.
"Kami menikah sejak tahun 2001 dan kerjanya sama-sama di sini. Saya jualan, suami serabutan," ucapnya.
Keterpurukan RW semakin dirasa dengan adanya kanker serviks stadium 3 B yang dideritanya sejak tahun 2015.
Meskipun kondisinya kini berangsur membaik karena menjalani rawat jalan namun RW juga mengkhawatirkan nasib masa depan anak-anaknya.
"Dengan adanya kejadian ini bukan cuma saya, tapi anak-anak juga terpukul. Itulah kenapa saya tidak ingin terlalu banyak ngomong. Takut drop, susah kalau seperti itu. Bagaimana nasib anak-anak nanti," kata RW yang meneteskan air mata.
"Sejak bapaknya terlibat kasus ini, dia yang jadi tulang punggung keluarga," kata RW dengan raut sedih sembari menunjuk ke arah T yang merupakan anak sulung.
Sebagai seorang ibu, RW mengaku batinnya tak kuasa melihat anaknya yang sudah harus menanggung beban keluarga.
Belum lagi omongan dari orang sekitar, semakin membuat keluarganya merasa terpuruk.