Negara Indonesia pun menjadi bagian terpenting dari tujuan ekspor, khususnya produk diary.
Kini mencatatkan nilai ekspor tersebut sejumlah $611 juta (Rp8,6 triliun).
Ditambah lagi, peternakan sapi perah Selandia Baru terus berkomitmen untuk menyukseskan program pemerintah untuk selalu menjadi nomor 1 dari 191 negara dalam hal kesiapan perubahan iklim.
Kini, diperkirakan seluruh peternakan berhasil mengurangi emisi karbon sebanyak 68% dibandingkan rata-rata global.
Di samping itu, saat ini terdapat lebih dari 42.000 apiari (peternakan lebah) yang dirawat oleh 9.282 kaitiaki pī (peternak lebah) bersertifikasi.
Didukung oleh Kementrian Industri Primer Selandia Baru, kini terdapat 100 produsen madu bersertifikasi dengan cap UMF di Selandia Baru.
Sementara dari segi teknologi pangan, Selandia Baru sukses memproduksi apel berukuran cemilan pertama di dunia dengan kandungan potasium 65% lebih tinggi, 19% lebih tinggi energi, dan 10% lebih tinggi serat dari apel pada umumnya.
Kemudian di 2016, sebuah perusahaan asal Selandia Baru berhasil mendesain sistem pengepakan yang mampu mengepak apel dua kali kecepatan manusia (120 apel per menit), demi memastikan produk ini tetap segar dan dalam kondisi terbaik saat diraih oleh konsumen.
Teknologi yang sama juga diaplikasikan untuk memanen lebih dari 3 miliar buah kiwi setiap tahunnya.
Diana menegaskan bahwa “Dengan semakin banyak penduduk dunia yang menyadari pentingnya keamanan pangan, menurut kami menunjukkan bagaimana komitmen Selandia Baru dalam memasok lebih dari 120 negara di dunia dengan produk pangan dan minuman berkualitas tertinggi menjadi imperatif saat ini.”