Banyak yang mempersoalkan tentang apa yang seharusnya dan apa yang tidak boleh dimuat dalam acara televisi untuk anak-anak.
Pihak yang kontra mengutuk gagasan karakter John Dillermand yang tidak bisa mengendalikan alat kelaminnya.
"Apakah ini benar-benar pesan yang ingin kita sampaikan kepada anak-anak, saat kita berada di tengah gelombang #MeToo yang besar?" kata penulis Denmark, Anne Lise Marstrand-Jørgensen.
Diketahui, #Metoo adalah sebuah gerakan untuk melawan pelecehan seksual dan kekerasan seksual.
Kemudian serial John Dillermand rilis, hanya beberapa bulan setelah presenter TV bernama Sofie Linde memulai gerakan #MeToo di Denmark.
Christian Groes, seorang profesor dan peneliti gender di Roskildes University, menganggap bahwa program yang menampilkan kekuatan alat kelamin laki-laki hanya dapat menghambat kesetaraan.
"Ini mengabadikan gagasan standar masyarakat patriarki dan menormalkan 'locker room culture'..yang telah digunakan untuk memaafkan banyak perilaku buruk dari laki-laki," ujarnya.
"Ini dimaksudkan sebagai lelucon, jadi itu dianggap tidak berbahaya. Tapi ternyata tidak. Dan kita mengajarkan ini kepada anak-anak kita," tambahnya.
Pihak Pro
Di sisi lain, Erla Heinesen Højsted, seorang psikolog klinis keluarga dan anak-anak, menganggap bahwa penentang acara itu terlalu berpikiran jauh.
"John Dillermand berbicara kepada anak-anak dan berbagi cara berpikir mereka - dan anak-anak menganggap alat kelamin itu lucu," katanya.