Dilansir dari Kompas.com, Edhy terang-terangan tidak sepakat bahwa prosperity harus diutamakan ketimbang sustainability (keberlanjutan).
"Kalau kita lihat lima tahun lalu bagaimana industri kita di sektor ini berhenti hanya karena beberapa kebijakan yang mengadu, dihadapkan antara sustainability (keberlangsungan) dengan prosperity," kata Edhy dalam acara Jakarta Food Security Summit-5 secara virtual.
"Padahal, kalau kita melihat secara bijak, untuk apa kita bicara sustainability saja kalau prosperity tidak kita dapat?" lanjut dia.
Edhy kemudian mengaitkannya dengan kondisi ekosistem tambak udang yang ada di Indonesia saat ini.
Ia mengklaim, masyarakat sudah mampu membudidaya udang hingga menghasilkan 40 ton tiap satu kali panen.
"Ini masyarakat bukan perusahaan-perusahaan. Kalau perusahaan atau beberapa pelaku usaha sudah ada yang berhasil panen 1 hektar 100 ton di atas 100 ton," ujar Edhy.
Sedangkan di era Susi, mantan menteri nyentrik itu justru memperketat pembukaan lahan tambak udang yang mengambil lahan mangrove.
"Padahal, untuk menyejahterakan masyarakat, memberi kehidupan mereka layak, tidak perlu sampai berhektar-hektar lahan. Sementara kita lihat semua di lapangan, banyak masyarakat yang memiliki tambak lebih dari 2 hektar di luar Jawa, tapi tidak pernah produktivitasnya bisa lebih dari 1 ton," tutur dia. (*)