Dia menjelaskan, flashmob yang disajikan itu merupakan campuran konsep modern dan klasik.
Untuk busana pun bukan formal “wayang” akan tetapi berupa pakaian kasual, namun gerakannya tetap memakai tarian tradisi.
“Saya mengistilahkan sebagai tradisi, keseharian, yang bercampur dengan modern. Ini adalah metode untuk mengenalkan ke kaum milenial melalui pendekatan kesenian,” ujarnya.
Pulung yang baru saja diwisuda sebagai abdi dalem ini memang sangat antusias mengkampayekan gerakan untuk mencintai dan melestarikan budaya.
Melalui seni tari klasik, dirinya ingin mengajak anak muda mau dan mampu mengapresiasi budaya dan kesenian adiluhung ini.
“Tidak hanya nguri-uri yang terkesan formalitas tapi nguruk-uruk.
Saya juga berharap tarian klasik, kontemporer, modern bisa seimbang tidak menonjol satu sama lain dan menjadikan Yogya lebih istimewa,” paparnya.
Rencana untuk menampilkan kesenian di uji coba semi pedestrian Malioboro pun disambutnya dengan hangat.
Dia justru senang ketika Malioboro kembali menjadi tempat berkesian, guyub rukun para pegiat kesenian baik yang senior, maupun pecinta seni di wilayah ini.