Setelah dibersihkan, bilah kayu yang dibagi menjadi dua bagian itu kemudian dirakit menjadi satu.
Bilah kayu yang sudah menyatu kemudian dilapis menggunakan kain tebal atau seng pada sambungannya.
Selanjutnya diikat menggunakan rotan dengan cara dililit yang bertujuan menahan getaran dan tekanan saat dibunyikan, kemudian dilapisi dengan cat berwarna-warni.
Permainan ini setiap tahunnya juga diperlombakan dan dinilai berdasarkan bunyi meriam mereka.
Kekompakan bunyi meriam yang menggelegar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penjurian.
Tradisi malam takbiran di Pontianak ini memiliki sejarah.
Menurut cerita yang dikutip dari Kompas.com, Kesultanan Kadriah Pontianak di tahun 1771 sampai 1808, raja pertama Pontianak Syarif Abdurrahman Alkadrie ketika membuka lahan untuk bertempat tinggal di Pontianak sempat diganggu hantu-hantu.
Sultan kemudian memerintahan pasukannya mengusir hantu-hantu itu dengan meriam.
Baca Juga: Kain Batik Ani Yudhoyono, Terekam Video Menutupi Jenazah Hingga Berada di Dalam Peti
Membunyikan meriam adalah untuk membuang sial dan mengusir hantu kuntilanak yang ada di Kota Pontianak.
Bunyi kerasnya juga menjadi pertanda waktu azan Maghrib.