Ratusan WNI yang memiliki hak pilih tidak dizinkan memenuhi haknya padahal sudah ada antrian panjang di depan TPS Townhall.
"Proses yang panjang dan ketidakmampuan PPLN Sydney sebagai penyelenggara menyebabkan antrian tidak bisa berakhir sampai jam 6 sore waktu setempat. Sehingga ratusan orang yg sudah mengantri sekitar 2 jam tidak dapat melakukan hak dan kewajibannya untuk memilih karena PPLN dengan sengaja menutup TPS tepat jam 6 sore tanpa menghiraukan ratusan pemilih yg mengantri di luar," tulis The Rock dalam keterangan petisi.
"Untuk itulah komunitas masyarakat Indonesia menuntut pemilu ulang 2019 di Sydney Australia. Besar harapan kami KPU, Bawaslu dan Presiden Joko Widodo bisa mendengar, menyelidiki dan menyetujui tuntutan kami. Sekian dan terimakasih," lanjut The Rock.
Sementara itu, Heranudin selaku Ketua Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) mengaku, pihaknya tidak mengantisipasi massa akan membludak.
Baca Juga : Setia Seperti Hachiko, Anjing Ini Sabar Menunggu 12 Jam Setiap Hari di Stasiun Sampai Pemiliknya Pulang
"Kami sudah melaporkan soal ratusan WNI yang tidak bisa mencoblos ke KPU. Apakah akan dilkukan pemilu tambahan atau tidak kami tunggu keputusan KPU pusat," ujar Heranudin dilansir Kompas.com.
Dia memperkirakan, lebih dari 400 WNI tidak dapat melakukan pencoblosan karena waktu yang tidak memungkinkan.
PPLN Sydney tidak sanggup menampung lonjakan massa sehingga antrian membeludak.
"Panitia kewalahan karena satu TPS hanya ada tujuh orang petugas. Antrean di luar ekspektasi kami," ujar Heranudin kepada Kompas.com, Minggu (14/4/2019).
Heranudin menambahkan, pihaknya tidak bisa melanjutkan proses pemilu setelah pukul 18.00 Waktu Sydney karena menyewa ruangan di Town Hall hingga pukul 20.00.
Dia juga mengklaim bahwa meski kemarin ratusan WNI tertahan di luar gedung Town Hall, keputusan untuk menutup proses pemungutan suara dilakukan lewat musyawarah mufakat antara PPLN, Panwaslu, perwakilan Mabes Polri, saksi dari masing-masing paslon dan saksi parpol.