"Pentingnya temuan ini sedang dieksplorasi, karena kepemilikan anjing peliharaan adalah hal biasa di Inggris," kata UKHSA.
Sementara itu Profesor Bailey menyampaikan bahwa fakta terakhir ini kemungkinan besar tidak perlu dikhawatirkan.
Seperti yang ia tulis dalam Percakapan: '33 persen rumah tangga di Inggris memiliki anjing'.
Di sisi lain, ada lebih banyak anak dari keluarga yang tidak memiliki anjing, berpotensi terpapar anjing saat mereka mengunjungi atau bermain bersama teman-teman mereka.
Para ilmuwan telah mengusulkan penyebab lain untuk wabah itu, dengan satu teori, misalnya, menunjukkan bahwa jarak sosial selama pandemi virus corona (Covid-19) telah mengurangi paparan anak-anak terhadap berbagai penyakit, membuat sistem kekebalan mereka tidak siap.
Di ujung spektrum yang berlawanan, upaya peningkatan langkah-langkah kebersihan yang dilakukan untuk memerangi Covid-19 seperti mencuci tangan yang lebih menyeluruh dan sterilisasi permukaan telah membuat anak-anak rentan terhadap respons imun yang terlalu reaktif.
Atau hipotesis lain menunjukkan bahwa infeksi SARS-CoV-2 yang merupakan virus yang menyebabkan penyakit Covid-19, telah membuat anak-anak rentan terhadap infeksi hepatitis akut.
Menurutnya, semua ini tidak lebih dari sekadar teori, dan data yang tersedia saat ini tidak cukup untuk memprioritaskan salah satu dari hipotesis itu atau menggunakannya dalam upaya menyarankan tindakan pengendalian.
"Untungnya, kejadiannya masih sangat rendah, dan sampai ada data yang lebih baik, para orang tua mungkin harus lebih berkonsentrasi untuk mengawasi gejala apapun yang muncul pada anak-anak mereka, dibandingkan mengurangi paparan terhadap anjing," tegas Profesor Bailey.
Gejala hepatitis akut awalnya biasanya bermanifestasi sebagai diare persisten, sakit perut dan mual, kemudian diikuti dengan timbulnya penyakit kuning, yakni menguningnya kulit, selaput lendir dan bagian putih mata.
Dalam subset kasus yang lebih kecil, anak-anak juga mengalami gejala sakit kepala, sakit tenggorokan dan demam.
(*)