Dari yang awalnya hanya ikut-ikutan mengecek ladang, Elma akhirnya terjun langsung. "Waktu saya jadi petani, saya ke ladang.
Kalau hari libur saya lihat tanaman saya, ikut bikin bibit," ujarnya.
"Saya pernah dari pagi sampai sore di kebun. Ngumpul-ngumpulin daun dari Gunung Salak ngambil berkarung-karung, terus dicacah," tambahnya.
Namun itu tak bertahan lama.
Belum juga bisa memanen seluruh pohon, musim kemarau datang. Ribuan pohon pepaya uang susah payah ia tanam mati suri.
"Pohonnya ada, tapi tidak berbuah. Belum lagi begitu punya hasil panen, dihargainnya murah sekali. Waktu itu 1000 perak per kilogram, ya mau nangis lah, ya ampun ternyata begini ya nasib seorang petani. Sangat memprihatinkan," ujar Elma.
Pada akhirnya, ia tak melanjutkan usaha pepaya California-nya.
Elma sebetulnya masih punya kebun singkong, tetapi tak kunjung ia jual hasilnya.
"Tanaman singkong saya masih lanjut. Cuma sampai sekarang singkong saya masih ditawar 200 perak per kilogram. Bayangin capeknya nanam kayak apa. Singkong belum saya jual," katanya.
Dari pengalamannya itu Elma mengaku banyak belajar.
"Saya banyak belajar bahwa menanam ini butuh kesabaran dan investasi yang besarn Sebenarnya sih enggak kapok ya," katanya.