Kasim juga membuka jalan desa, membangun sawah, membuat irigasi, dan itu dilakukannya sendiri tanpa bantuan uang dari pemerintah.
Meninggalkan menara gading perkuliahan, Kasim bahkan disapa sebagai Antua oleh warga setempat, yakni sebutan bagi orang yang dihormati di Maluku.
Nuraninya terketuk untuk melebur dengan masyarakat, kesehariannya dihabiskan dengan berjalan kaki 20 kilometer menuju sawah untuk 'praktik nyata' pengetahuan yang didapatkannya di bangku perkuliahan.
Terbiasa hanya memakai sendal jepit dan pakaian lusuh, Kasim sangat peduli pada para petani ini dan mendorong mereka untuk menjadi mandiri.
Disuruh Pulang
Saking sepenuh hati mengabdi pada petani hingga 15 tahun lamanya, banyak pihak yang membujuknya untuk pulang dan menyelesaikan kuliahnya.
Dari teman, orangtua, hingga rektor IPB sekalipun, Prof. Dr. Ir. Andi Hakim Nasution, tidak dipedulikannya.
Namun akhirnya sahabatnya, Saleh Widodo, berhasil membujuknya.
Kasim mendapat gelar insinyur pertanian istimewa, bukan karena skripsi atau ujian kampus, namun karena baktinya selama 15 tahun yang tanpa pamrih dan tak digaji di Waimital.
Dalam 'Hanna Rambe' sebagaimana dikutip hutan-tersisa.org, Meski harus berjalan kaki berkilo-kilo meter keluar-masuk hutan dan perkampungan, Kasim yang memasuki usia 66 tahun (lahir di Langsa, Aceh Timur, 18 April 1938) tidak tampak kelelahan.