Saat menuju RS Budi Asih, Vebby bersama suaminya menggunakan taksi online dari rumahnya.
Petugas jenazah kemudian memberinya opsi, yakni menggunakan ambulans Pemprov DKI Jakarta atau ambulans swasta.
"Mereka bilang, ambulans DKI kemungkinan lama. Ambulans swasta mahal. Sementara ambulans mereka sedang tidak stand by," kata Vebby.
"Dalam posisi kalut gitu, saya berpikir, kalau yang namanya lama itu pasti di atas 2 jam. Kalau mahal di atas Rp 300.000. Sementara uang pegangan saya tinggal sekitar Rp 100.000," ia menambahkan.
Di tengah duka, Vebby dan suami mesti memutar otak.
Sisa uang di kantong memang sudah tipis saat itu. Pasalnya, waktu berangkat ke RS Budi Asih, Vebby dan suami hanya mengantongi uang sejumlah Rp 300.000.
Itu pun meminjam dari seorang saudara, karena mereka memang tak punya jadwal ke rumah sakit hari itu.
Pilihan paling efisien akhirnya jatuh ke moda taksi online.
Namun, mereka mesti menunggu jenazah bayinya selama hampir 2 jam, karena para pengemudi taksi online yang dipesan menolak membawa jenazah.
"Mereka kan butuh waktu lama untuk datang. Begitu datang, petugas jenazah memberi surat jalan bahwa ini membawa jenazah. Pengemudi yang pertama seperti marah gitu, bilangnya order tidak sesuai dengan aplikasi. Sementara pengemudi kedua menolak begitu saja," Vebby bercerita.