"Karena KDRT, elu jadi trauma sama sentuhan? Nggak bisa menikmati sentuhan?" ujar Deddy.Selain itu, Yuni Shara menilai bahwa statusnya sebagai perempuan Jawa yang mungkin membuatnya tetap melayani suaminya kala itu.
Baca Juga: Gara-gara Ditegur Buang Air Sembarang, Warga Mengamuk Hingga Aniaya Brigadir Brimob di Depan Toko Cahaya YahukimoMeski mengalami KDRT, Yuni Shara tetap mau berhubungan badan dengan sang suami."(Mantan suami) berusaha semuanya (memuaskan), problemnya di saya. Udah ke dokter, dianterin temenku. Pas udah dicek darah dan lain sebagainya, (saya) gampang ilfeel, ini harus ini, cepet ini, harus pake ini, banyak banget," terang Yuni."Temenku langsung bengong, dia bilang 'aduh awakmu yo' gitu. 'Kenapa? Muka gue kayak doyan seks kan?', gue bilang gitu," kata Yuni Shara.
Berdasarkan Catatan Tahunan Kekerasan Terhadap Perempuan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)/Ranah Personal merupakan jenis kekerasan yang paling menonjol dengan mencapai angka 71% atau sebesar 9.637 kasus pada tahun 2018.
Meski sudah ada Undang-undang Penghapusan KDRT (UU P-KDRT) yang sudah diberlakukan selama 14 tahun, namun hanya 3% dari kasus KDRT yang dilaporkan ke lembaga layanan yang sampai ke pengadilan.Dilansir BBC, direktur Rifka Annisa Women's Crisis Center, Suharti, menjelaskan bahwa ada banyak perempuan memilih bertahan meski berada dalam hubungan yang penuh kekerasan.Beberapa perempuan yang jadi korban KDRT juga tidak mau melapor karena beberapa alasan.
Salah satunya kultur masyarakat yang sangat patriarkis dan menempatkan perempuan pada kelas kedua.
Ini membuat perempuan korban KDRT seringkali dihakimi oleh masyarakat karena dianggap penyebab terjadinya kekerasan. (*)