Ia tertarik menggeluti usaha itu karena suaminya, Julianda Barus, menyukai pertanian.
Dari yang awalnya hanya ikut-ikutan mengecek ladang, Elma akhirnya terjun langsung. "Waktu saya jadi petani, saya ke ladang.
Kalau hari libur saya lihat tanaman saya, ikut bikin bibit," ujarnya.
"Saya pernah dari pagi sampai sore di kebun. Ngumpul-ngumpulin daun dari Gunung Salak ngambil berkarung-karung, terus dicacah," tambahnya.
Namun itu tak bertahan lama.
Belum juga bisa memanen seluruh pohon, musim kemarau datang. Ribuan pohon pepaya uang susah payah ia tanam mati suri.
"Pohonnya ada, tapi tidak berbuah. Belum lagi begitu punya hasil panen, dihargainnya murah sekali. Waktu itu 1000 perak per kilogram, ya mau nangis lah, ya ampun ternyata begini ya nasib seorang petani. Sangat memprihatinkan," ujar Elma.