Buat Hotman Paris heran, enam tanah miik keluarga Nirina Zubir ternyata tak bisa langsung dikembalikan. Syarat ini harus dipenuhi
WIKEN.ID-Kasus mafia tanah yang melibatkan korban aktris Nirina Zubir dan pelaku yang merupakan mantan asisten sang ibu, masih bergulir.
Polisi sudah menetapkan lima orang tersangka dan sudah ditahan.
Riri Khasmita yang merupakan mantan asisten ibu Nirina Zubir, disebut telah mengganti enam sertifikat milik keluarga Nirina menjadi atas nama dirinya.
Dua tanah kosong sudah dijual dan empat sertifikat tanah lainnya diagunkan ke bank.
Baca Juga: Ramalan 2021, Zodiak Hari Minggu 28 November: Libra Mudah Bergaul, Pisces Tuai Kebaikan
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan A. Djalil menyebut aset keluarga Nirina Zubir tak bisa langsung kembali.
Pasalnya, dari total enam aset, ada dua surat tanah hasil penggelapan yang sudah dijual sang mantan asisten, Riri Khasmita ke pihak ketiga.
Mendengar penuturan tersebut, baik Nirina maupun pengacara Hotman Paris langsung syok.
Dikutip Tribun Wow dari kanal YouTube Hotman Paris Show, Jumat (26/11/2021), Hotman Paris kembali memastikan.
Ia bertanya dan memastikan nasib aset-aset Nirina yang secara total bernilai Rp 17 miliar.
"Kalau pidananya jelas-jelas sudah masuk, sudah salah, asistennya sudah dihukum sepuluh tahun penjara, sudah masuk ke Nusakambangan. Ini ada dua sertifikat, yang mana yang berlaku?," tanya Hotman Paris.
Masih dengan jawabannya, Sofyan A. Djalil menyatakan bahwa surat milik keluarga Nirina yang sudah dijual tesebut sah dengan nama pembeli baru.
Sehingga meski tidak melalui prosedur yang benar, surat yang sudah berganti nama pada pembeli itu dinyatakan sah menggantikan sertifikat keluarga Nirina.
Dengan catatan, sang pembeli bukanlah komplotan dari mafia tanah terkait dan dinyatakan bersih.
"Sebenarnya enggak ada dua sertifikat di sini, sertifikat asli dialihkan secara tidak proper," tutur Sofyan A.Djalil.
Tampak masih tak percaya, Hotman Paris kembali meminta ketegasan Sofyan A. Djalil.
"Berati sertifikat punya ibu Nirina dianggap masuk kuburan gitu saja?," cecar Hotman Paris.
"Tadi kan ada sertifikat eks-ibunya Nirina, sama punya si Poltak (Istilah untuk menyebut pihak pembeli-red), kalau sudah masuk penjara pelakunya, dua sertifikat ini mana yang berlaku."
Baca Juga: Memelihara Kucing Di RumahAgar Bebas Kutu, Ini Caranya Agar Tak Bahaya
Dengan tenang, Sofyan A. Djalil menerangkan bahwa keluarga Nirina harus mengajukan gugatan perdata untuk mengambil kembali asetnya.
Ia harus menuntut pihak ketiga yang sudah membeli aset keluarganya agar bersedia mengembalikan.
Apabila disetujui oleh pengadilan, maka aset yang dijual itu baru bisa dimiliki lagi.
"Saya pikir lewat proses pengadilan dulu," kekeh Sofyan A. Djalil.
"Oh, harus lewat pengadilan dulu, harus gugat perdata lagi," timpal Hotman Paris.
"Makanya pengacara itu ada berlian terus begini."
Belajar dari kasus Nirina Zubir, Sofyan menghimbau masyarakat agar tidak mempercayakan pengurusan sertifikat tanah dengan orang lain atau pihak ketiga.
Baca Juga: Ramalan Zodiak Ayu Ting Ting Gemini Hari Ini, Ada firasat Semuanya Sempurna
Jika menggunakan pihak ketiga untuk mengalihkan kepemilikan sertifikat tanah seperti Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), gunakan yang sangat dipercaya dengan reputasi baik.
Kementerian ATR/BPN juga sangat tegas dalam menindak kejahatan pertanahan yang melibatkan mitranya, termasuk PPAT.
"Pada saat yang sama, walaupun Nirina korban, tapi sekarang menjadi public educator (pengajar publik).
Baca Juga: Memelihara Kucing Di Rumah , Kenali 4 Penyakit yang Membahayakannya
Dia mengedukasi masyarakat, kalau punya sertifikat jangan mudah percayakan kepada orang," ujar Sofyan dikutip dari Kompas.com.
Menurut Sofyan, Kementerian ATR/BPN secara terus menerus melakukan perbaikan sistem administrasi di kantor-kantor pertanahan.
Salah satunya dengan menggencarkan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di daerah.
Ini dilakukan dengan terus melakukan dalam memperbarui teknologi dan data bidang tanah sehingga sangat lengkap dalam meminimalisasi terjadinya pemalsuan.(*)