WIKEN.ID - Staf Khusus milenial Presiden Joko Widodo, Andi Taufan Garuda Putra, menyampaikan permohonan maaf terkait keberadaan surat atas nama dirinya dengan kop Sekretariat Kabinet dan ditujukan kepada camat di seluruh Indonesia.
Surat itu merupakan permohonan agar para camat mendukung edukasi dan pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) demi melawan wabah virus corona (Covid-19) yang dilakukan oleh perusahaan pribadi Andi, yakni PT Amartha Mikro Fintek (Amartha).
"Saya mohon maaf atas hal ini dan menarik kembali surat tersebut," kata Andi melalui keterangan tertulis, Selasa (14/4/2020).
Andi menjelaskan, aktivitas perusahaan pribadinya dalam memerangi virus corona di tingkat desa itu merupakan hasil kerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.
Sementara itu Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral menyebut Staf Khusus Presiden Andi Taufan Garuda Putra mendapat teguran keras.
Teguran itu menyusul langkah Andi yang mengirim surat kepada para camat agar mendukung relawan PT Amartha Mikro Fintek dalam menanggulangi Covid-19.
Surat tersebut dinilai banyak pihak sarat kepentingan lantaran PT Amartha merupakan perusahaan yang dipimpin Andi.
"Yang bersangkutan sudah ditegur keras dan sudah meminta maaf secara terbuka juga melalui surat yang sudah diviralkan, yang kita tahu belakangan ini," kata Donny yang dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Berkat Sekolah Dipindahkan ke Rumah Akibat Pandemi Wabah Covid-19, Kedok Sang Ayah Tiri Terbongkar
Karena sudah ada permintaan maaf, Donny menyebut tak perlu ada sanksi lebih jauh yang diberikan kepada Andi Taufan.
Meski sudah meminta maaf dan dapat teguran, banyak pihak mendesak Presiden Joko Widodo untuk memecat Staf Khusus milenial Presiden Joko Widodo, Andi Taufan Garuda Putra.
Salah satu pihak yang mendesai memecat adalah adalah Indonesia Corruption Watch (ICW).
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Presiden Joko Widodo memecat Staf Khusus milenial, Andi Taufan Garuda Putra.
Baca Juga: Terungkap Pangkal Mula Kericuhan Pembagian Bantuan Sosial ke Pengemudi Ojol di Saat Pandemi Covid-19
Dikutip dari Kompas.com, peneliti ICW Egi Primayogha, tindakan Andi mengirimkan surat berkop Sekretariat Kabinet untuk meminta para camat mendukung edukasi dan pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) melawan wabah Covid-19, tidak dapat dibenarkan.
Hal ini dikarenakan kegiatan itu dilakukan oleh perusahaan pribadi Andi, PT Amartha Mikro Fintek (Amartha).
"Presiden harus segera memecat staf khusus yang berpotensi memiliki konflik kepentingan," kata Egi.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, sebagai pejabat publik Andi tak berpegang pada prinsip etika publik.
Padahal, sudah sepatutnya etika itu dijunjung tinggi, salah satunya dengan menghindari konflik kepentingan dalam menghasilkan kebijakan.
Konflik kepentingan sendiri tidak hanya diartikan sebagai upaya mendapat keuntungan material semata, tetapi segala hal yang mengarah pada kepentingan diri, keluarga, perusahaan pribadi, hingga partai politik.
Konflik kepentingan, kata Egi, merupakan celah terjadinya korupsi.
Sementara itu, desakan memecat Staf Khusus milenial, Andi Taufan Garuda Putra adalah Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.
Dikutip dari KOmpas.com,Feri Amsari mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo seharusnya segera mencopot Andi Taufan Garuda Putra dari jabatannya sebagai staf khusus milenial presiden.
"Harusnya dipecat karena ini akan membuat citra Istana terkesan memanfaatkan keuntungan di tengah bencana," kata Feri Amsari.Lantaran perusahaan yang ditunjuk adalah milik Andi pribadi, menurut Feri, surat berkop Sekretariat Kabinet itu sarat akan konflik kepentingan.
Padahal, sebagaimana bunyi Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas KKN, penyelenggara negara dilarang melakukan tindakan yang bermuatan konflik kepentingan.
"Ini surat aneh ya karena terbuka sekali permainan kepentingannya," ujarnya.
Feri menyebut bahwa tidak seharusnya staf khusus presiden punya kewenangan untuk menentukan pihak yang berhak memberikan layanan jasa.
Selain itu, pengadaan barang dan jasa dengan cakupan wilayah seluruh desa di Indonesia dinilai tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme penunjukkan.
Pengadaan barang dan jasa berskala besar, kata Feri, harus melalui open tender.
Feri mengatakan, jika peristiwa ini motifnya adalah untuk mencari keuntungan dengan menyalahgunakan kekuasaan, maka dapat digolongkan sebagai tindak korupsi sesuai dengan bunyi Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999. (*)
Baca Juga: Kedapatan Asyik Berbalas Komentar, Ria Ricis dan Taqy Malik Didoakan Warganet