WIKEN.ID - Produk karya anak bangsa Indonesia terbukti diakui oleh dunia internasional.
Hal ini terbukti salah satu pengusaha terkaya asal Afrika akan membeli 10.000 unit mobil pedesaan Indonesia, yaitu Alat Mekanis Multiguna Pedesaan ( AMMDes).
Secara teknis, spesifikasi mobil yang diklaim karya anak bangsa ini dibuat khusus sebagai kendaraan multiguna.
Dari sektor tampilan, mobil berbasis pikap ini memiliki dimensi panjang 358 cm, lebar 137 cm, dan tinggi 190 cm.
Sedangkan kapasitasnya hanya mampu menampung dua orang di ruang kokpit.
Sumber tenaga berasal dari mesin Diesel yang digadang-gadang memiliki tenaga sebesar 14 hp untuk disalurkan pada penggerak roda belakang dengan differential lock system.
Mobil ini dibuat oleh PT Kiat Mahesa Wintor Indonesia (KMWI) dan PT Kiat Mahesa Wintor Distributor (KMWD).
Rencananya, Alat Mekanis Multiguna Pedesaan ( AMMDes) akan dipasarkan ke Nigeria.
Menurut Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika mengatakan, pembelian mobil desa itu melalui perusahaan Dangote Group asal Afrika.
"Jadi Dangote Group itu dia sangat berminat untuk melakukan impor, untuk customer-nya di sana," ujar Putu yang dikutip dari KOmpas.com saat ditemui di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (6/1/2020).
Putu menjelaskan, pengusaha Afrika tersebut tertarik dengan AMMDes yang merupakan mobil desa dengan fungsi penyedia air, pengolahan kasava, dan penanganan biji-bijian.
"Timnya Dangote akhir Januari ini akan mengecek tiga unit sample untuk dibawa ke sana," ucapnya.
Rencananya, ekspor mobil tersebut akan dilakukan secara bertahap selama lima tahun, dengan tahun ini dan tahun depan direncanakan akan ekspor sebanyak 1.000 unit.
"Mudah-mudahan tahun ini sama tahun depan itu bisa 1.000 (unit), bertahap, lima tahunlah," ucapnya.
Lalu siapa orang dibalik Dangote Group asal Afrika yang memborong 10 ribu unit Alat Mekanis Multiguna Pedesaan (AMMDes)?
Dangote Group merupakan perusahaan yang fokus bergerak di bidang industri seperti semen dan komoditas gula serta tepung.
Perusahaan ini memiliki daerah operasi di Nigeria dan sejumlah negara di Afrika, termasuk Benin, Kamerun, Togo, Ghana, Afrika Selatan, dan Zambia.
Pendiri Dangote Group yaitu Aliko Dangote, merupakan pria terkaya Afrika, yang memiliki kekayaan 4,3 miliar dollar AS pada tahun 2019, yang menjadikannya 100 pria terkaya di dunia pada Bloomberg Billionaires Index.
Aliko Dangote inilah pengusaha yang memborong 10 ribu Alat Mekanis Multiguna Pedesaan (AMMDes).
Lahir pada tahun 1957, Aliko Dangote tumbuh dalam keluarga yang memiliki wirausaha di Negara Bagian Kano, Nigeria.
Dikutip dari investopedia.com, Aliko Dangote dibesarkan sebagai Muslim dan menjalani kehidupan kelas atas.
Kakek Aliko Dangote, Sanusi Dantata, dulunya adalah salah satu orang terkaya yang tinggal di Kano.
Kakenya menghasilkan kekayaan dengan menjual komoditas seperti gandum dan beras.
Sanusi Dantata menjadi wali Aliko Dangote pada tahun 1965 setelah kematian ayahnya.
Setelah menghabiskan sebagian besar masa kecilnya dan hidup dengan kakeknya, Aliko Dangote dengan cepat menjadi tertarik pada dunia bisnis.
“Saya dapat mengingat ketika saya masih di sekolah dasar, saya akan pergi dan membeli karton permen dan saya akan mulai menjualnya hanya untuk menghasilkan uang. Saya sangat tertarik dengan bisnis," ujarnya yang dikutip dari investopedia.com.
Pada usia 21, Aliko Dangote lulus dari Universitas Al-Azhar Mesir, salah satu universitas bergengsi.
Dari situlah para pengusaha muda melanjutkan pendidikannya dalam bisnis.
Setelah lulus dari perguruan tinggi pada tahun 1977, Aliko Dangote berhasil meyakinkan pamannya untuk meminjamkan uang kepadanya untuk memulai bisnis.
Dana dari pinjaman memungkinkannya untuk mengimpor komoditas lunak dengan harga grosir dari pemasok internasional.
Dua impor utamanya adalah beras dari Thailand dan gula dari Brasil.
Aliko Dangote Dia kemudian menjual barang-barang itu dalam jumlah kecil kepada konsumen di desanya dengan markup yang menguntungkan.
Usaha itu dengan cepat menjadi sukses dan berubah menjadi sapi perah.
Dalam sebuah wawancara dengan Forbes, Aliko Dangote mengklaim bahwa ia menyadari laba bersih harian mencapai sebesar $ 10 ribu.
Pada tahun 1997, Aliko Dangote menyadari bahwa berbisnis hanya sebagai perantara tidak akan berkembang, sehingga dia mulai membangun pabrik yang menghasilkan apa yang telah dia impor dan jual selama 20 tahun sebelumnya.
Perusahaannya mulai memproduksi pasta, gula, garam, dan tepung.
Aliko Dangote secara signifikan memperluas operasi perusahaan pada tahun 2005 dengan membangun pabrik manufaktur bernilai jutaan dolar.
Pembangunan ini dibiayai dengan uang Aliko Dangote sebesar US$ 319 dan pinjaman US$ 479 juta dari Korporasi Keuangan Internasional Bank Dunia. (*)