WIKEN.ID - Praktik penyelundupan benih lobster dari Indonesia ke luar negeri nampaknya sangat sulit dikontrol.
Praktik ilegal ini terus berjalan, meski pemerintah dan tim gabungan terus meningkatkan pemburuan pelaku penyelundupan hewan laut yang sangat berharga itu.
Pada tahun 2017, DIkutip dari mongabay.co.id, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Moh. Abdi Sahufan di Jakarta, mengatakan bahwa penyelundupan lobster dalam kurun waktu tiga tahun semakin meningkat.
Lalu, setidaknya dalam kurun waktu empat tahun (2015-2019), penegak hukum dapat menggagalkan upaya penyelundupan mencapai 263 kasus, dengan jumlah sitaan sebanyak 9,82 juta anakan lobster senilai Rp 1,37 triliun.
Regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah agakanya belum cukup efektif dilihat masih banyaknya kasus penyelundupan yang terkuak.
Regulasi yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus), Kepiting (Scylla), dan Rajungan (Portunus) dari wilayah NKRI.
Menurut data yang dimiliki Abdi, sejak awal 2017 hingga Juni 2017 sudah ada 13 kali upaya penyelundupan yang dilakukan di berbagai daerah.
Akhir September lalu, di Parit III, Desa Lambur, Kecamatan Muara Sabak Timur, Tanjung Jabung Timur, sebuah mobil innova bernomor polisi BH 1968 ND yang dikendarai oleh Elfadiaz diberhentikan oleh anggota Satuan Reserse dan Kriminal Polres Tanjab Timur.
Petugas juga menghentikan sebuah mobil Pajero Sport bernomor polisi BH 1861 GE yang dikendarai oleh Nanang, warga Purwakarta, Jawa Barat.
Kedua mobi tersebut membawa masing-masing 10 kotak styrofoam yang terbungkus plastik hitam.
Setelah dibongkar, polisi menemukan ratusan kantong plastik bening berisi benur (benih udang yang hampir tidak kasatmata).
Dari hasil penangkapan itu, petugas berhasil mengamankan 154.774 anakan lobster yang dibungkus ke dalam 499 kantong plastik bening.
Terdapat dua jenis lobster, 485 lobster jenis pasir dan 14 kantong lobster jenis mutiara.
Subseksi Pengawasan, Pengendalian dan Informasi BKIPM Jambi, Paiman, menyebut nilai penyelundupan anakan lobster ini dapat mencapai Rp23,2 miliar lebih.
Ratusan ribu anak lobster itu diduga didapat dari pantai selatan Jawa, mulai dari Banyuwangi sampai ke Malang hingga ke barat Sukabumi, Jawa Barat.
Pesisir barat pantai Lampung hingga sebagian Bengkulu juga dikatehui sebagai habitat lobster.
Selain itu, ada juga di Nusa Tenggara Barat dan Bali.
Mengutip dari mongabay.co.id, Moh. Abdi Suhufan, mengatakan, aksi kejahatan dari perdagangan gelap anakan lobster ini menawarkan keuntungan yang sangat tinggi, bahkan sampai mencapai 400 persen.
“Tidak ada bisnis yang keuntungan segila ini. Bayangkan, harga lobster di tingkat nelayan hanya Rp15.000-Rp30.000 per ekor, tapi pasar Singapura sanggup membeli Rp120.000 per ekor. Vietnam Rp60.000 per ekor. Bisnis yang punya profit tinggi pasti terorganisir dan terproteksi oleh pelaku,” katanya.
Belakangan ini, modus penyelundupan berubah.
Perubahan itu terlihat dari perubahan jalur distribusi dari bandara udara ke pelabuhan laut yang dianggap memiliki pengawasan yang lebih longgar.
Menurutnya, pemerintah perlu melakukan pendekatan hukum dan memberikan hukuman yang memberikan efek jera.
Sejauh ini, belum ada vonis pengadilan dan hukuman maksimal yang sesuai dengan ancama UU Perikanan.
Sebuah kasus penyelundupan yang terjadi Mei lalu, hanya memberi hukuman tiga bulan dan satu tahun penjara dengan denda Rp 1 miliyar.
Pengadilan juga harus diawasi agar prosesnya berjalan transparan dan bebas intervensi dari pihak manapun. (*) (Mega Khaerani)