Kemudian jurnal itu secara resmi diterbitkan The Nonproliferation Review pada tahun 2000.
Awal tahun 1960-an Presiden Soekarno berusaha menggerakan Indonesia melakukan revolusi militer, untuk melawan kolonialisme, dan imperalisme, yang dialamatkan ke negara barat.
Indonesia saat itu mempunyai Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang diawasi untuk mengembangkan tenaga nuklir.
Tahun 1960-an Amerika juga membantu Indonesia mengembangkan energi atom, reaktor nuklir dibangun di bandung.
Namun, kekuatannya relatif kecil hanya 250 kilowatt, pada 17 Oktober 1964, Indonesia memiliki reaktor nuklir pertama di Bandung.
Akan tetapi sejak China sukses menguji Bom Atom pertamanya, Indonesia yang mendengar kabar itu berdecak kagum dengan China.
Banyak menteri Indonesia yang mengucapkan selamat atas capaian China pada saat itu.
Kesuksesa China itu, membuka mata dunia bahwa Asia tidak lagi mampu dikuasi oleh Barat, sebut Menteri Penerangan Roeslan Abdulghani.
Kemajuan China itu membuat Indonesia, merapat ke China, tahun 1964, Presiden Soekarno menyatakan dukungan pengetahuan atomnya untuk revolusi.
Pada waktu bersamaan, Direktur Pengadaan Senjata Angkatan Darat Brigjen TNI Hartono bahkan menyatakan Indonesia mampu meledakkan bom atom sendiri.
Pernyataan itupun dianggap enteng Australia dan Amerika, karena reaktor nuklir Indonesia yang kecil.