10 Juta Rumah Terbengkalai, Warga Enggan Pindah Ke Rumah yang Telah Lama Tak Berpenghuni, Ini Alasannya

Selasa, 08 November 2022 | 20:32
dok. mStar

Rumah kosong di Jepang

WIKEN.ID- Rumah-rumah tersebut kebanyakan merupakan rumah kosong dan terbengkalai yang berada di desa kecil.

Seperti yang diberitakan mStar, Jepang memiliki setidaknya 10 juta rumah yang terbengkalai.

Skema akiya dibuat agar bisa membantu keluarga-keluarga muda untuk memiliki rumah atau terlibat dalam bisnis properti.

Dalam skema akiya tersebut, rumah dijual dengan harga sangat murah, bahkan ada beberapa yang gratis.

Dalam bahasa Jepang, akiya sendiri berarti kosong atau ditinggalkan.

Skema ini juga memberikan subsidi untuk biaya renovasi rumah.

Meski begitu, karena beberapa takhayul yang ada di Jepang, rumah kosong dan terbengkalai sangat susah dijual.

Rumah seperti itu sering dihubung-hubungkan dengan bunuh diri, pembunuhan, atau Kodokushi.

Kodokushi merupakan suatu fenomena di mana seseorang meninggal sendirian di rumah karena memang tak punya keluarga atau teman dekat.

dok. mStar

Dijual murah bahkan hingga gratis namun tak kunjung laku

Jasadnya baru ditemukan tak bernyawa setelah beberapa lama.

Karena itulah, rumah-rumah seperti itu dianggap buruk.

Ada beberapa persyaratan bagi seseorang yang ingin membeli rumah-rumah itu.

Contohnya, semua anggota keluarga harus berusia tidak lebih dari 43 tahun dan harus ada anak-anak yang berusia cukup untuk masuk SD.

Namun, ada pula beberapa resiko yang membuat banyak orang tak berminat pada rumah Akiya ini.

Pertama, biaya renovasi mungkin akan sama dengan membeli rumah di tempat lain.

Selain itu, ada kemungkinan pemilik properti asli tiba-tiba datang dan meminta kembali hak mereka.

Selain itu, bagi sebagian besar warga Jepang, membeli rumah akiya bisa disebut gagal.

Membeli rumah akiya seakan menjadi pilihan terakhir bagi pasangan muda di Jepang.

Sebab, harga rumah cenderung mahal, terutama di Tokyo.

Di Tokyo per Januari 2018, rata-rata rumah standar dijual dengan harga kira-kira 89 juta Yen, atau sekitar Rp 11,4 miliar.

(*)

Editor : Pipit