WIKEN.ID -Semua yang berperilaku tak semestinya memang harus menerima hukuman.
Hal ini juga dialami politikus wanita ini.
Terima hukuman ini justru jadi kisah yang cukup mengerikan, loh.
Politikus Malaysia yang percaya iming-iming dukun tentang togkat Soekarno.
Kejadian ini telah lama terjadi, tepatnya pada tahun 1993.
Politikus itu ingin sukses berkarir, tapi malah mati termutilasi.
Dia datang demi jimat sakti yang bakal membantunya bertahan di dunia politik.
Tetapi ternyata fakta yang ditemukannya mengejutkan.
Simak kisah mengerikan berikut ini.
Pada 3 Juli 1993, politikus bernama Mazlan Idris dari partai Pertubuhan Kebangsaan Melayu Bersatu atau dikenal dengan United Malays National Organization (UMNO) tersebut memiliki janji ritual mandi kembang.
Mazlan melakukan ritual itu untuk melipatgandakan uang.
Ritual serta iming-iming jimat dilakukan oleh dukun yang sama, yakni mantan penyanyi pop Malaysia, Mona Fandey.
Dilansir dari Intisari, malam itu Mona berjanji kepada kliennya, bahwa Mazlan akan kejatuhan uang dari langit.
Mazlan yang juga pernah menjabat sebagai salah satu Ahli Dewan Undangan Negeri (ADUN) Batu Talam/badan legislatif, Raub Pahang, Malaysia itu menuruti Mona, dan tiba di rumah Mona pukul 22.00 waktu setempat.
Mona (37), menjalankan aksi ritual bersama suaminya Mohamad Nor Affandi Abdul Rahman (36) serta asisten mereka Juraimi Hassan (23).
Juraimi saat itu membantu mempersiapkan semua keperluan ritual penggandaan uang yang dilakukan dengan upacara mandi kembang.
Uang yang akan digandakan Mazlan yakni sebanyak RM300 ribu yang baru diambil dari bank di Kuala Lumpur.
Sudah beberapa bulan ini, Mazlan memang menjadi pelanggan duo paranormal yang lumayan terkenal di wilayah itu.Konon ilmu hitam yang dimiliki mereka memang sakti.
Buktinya, Mazlan yang lulusan universitas di AS itu sampai terpedaya ingin dibantu sukses dan bertahan di dunia politik.
Mazlan sendiri dikenal sangat ambisius dalam dunia politik. Ambisi akan kekuasaan itu membawanya kepada Mona yang beri iming-iming penggandaan uang serta jimat.
Walau kaya, bagaimana pun Mazlan masih perlu uang untuk bertahan di dunia politik.
Kado dari langit
“Kapan jimat sakti itu awak ambil?” tanya Mazlan memulai pembicaraan, sesaat sebelum ritual mandi kembang.
Usut punya usut, jimat yang dimaksud Mona adalah tongkat dan songkok bekas Presiden pertama Indonesia, Soekarno.
Untuk jimat itu, Mazlan harus membayar RM2,5 juta. Mona mengatakan butuh ongkos untuk menjemput barang kramat itu ke Indonesia.
Mona kemudian diberikan RM500. Sisanya akan dibayarkan Mazlan jika jimat sudah ia pegang. Sebagai jaminan, ia menyerahkan 10 surat kepemilikan tanah.
“Setelah ritual nanti,” jawab Mona mengingatkan kalau rencana hari itu adalah ritual mandi kembang untuk menggandakan uang, bukan untuk jimat.
Ia kemudian mengajak Mazlan masuk ke dalam sebuah ruangan sempir yang hanya muat empat orang. Itu adalah ruang untuk mandi kembang. Di sana terdapat bak dan juga saluran air.
“Duduk di mana?” tanya Mazlan mencari kursi.
“Ritual kali ini, tidak duduk, tapi berbaring di lantai dengan kepala menghadap ke atas,” kata Mona menjelaskan posisinya.
Mazlan menurut. Ia berbaring di atas selimut tebal yang sudah digelar Juraimi sebelumnya. Kepalanya diminta lebih tegak menengadah ke atas.
Mona menyebut itu adalah posisi untuk menyambut uang, yang kata Mona, akan jatuh dari langit sebentar lagi.
“Sekarang tutup matamu,” seru Mona. Mazlan mengikuti perintahnya.
Affandi lalu memicingkan matanya pada Juraimi, memberi tanda. Juraimi menangkap sinyal tatapan mata itu dengan patuh.
Ia kemudian mengambil peralatan ritual yang sudah disiapkan, sebuah kapak tajam yang baru diasah.
Kematian Mazlan
Affandi memberi aba-aba. Lalu..
Jrap! Kapak melayang satu kali ke batang leher Mazlan.
Tubuhnya menggelepar. Dua kali lagi Juraimi mengayunkan kapaknya, putuslah leher Mazlan. Darah mengucur deras merembes ke selimut tebal di bawahnya.
Malam itu Juraimi, bekerja keras memotong-motong tubuh Mazlan menjadi 18 bagian. Lalu meletakkan potongan tubuh manusia itu ke dalam ember.
“Kami akan ke Kuala Lumpur,” kata Mona setelah memberi Juraimi uang RM180.
“Diapakan ini, Nyonya?” tanya Juraimi sambil menunjuk potongan tubuh Mazlan.
“Sesuai rencana, tanam di lubang yang sudah kau gali seminggu lalu,” kata Affandi sambil berlalu pergi.
Berfoya-foya
Jimat sakti yang dijanjikan Mona adalah bualan semata. Mona tak sekalipun pernah berniat pergi ke Indonesia untuk mencari tongkat Soekarno.
Semua itu memang sudah ia rencanakan untuk menghabisi nyawa Mazlan dan menggasak hartanya.
Malam itu Juraimi dibiarkan sendiri menguburkan potongan tubuh Mazlan. Toh, sudah diberikan uang.
Dini hari Juraimi baru menuntaskan tugasnya, Mazlan dikubur di lubang besar yang sudah digali seminggu sebelumnya di sekitar rumah mona. Galian itu kemudian ditutup dengan semen.
Mona dan Affandi pun mendadak kaya. Sehari setelah menghabisi Mazlan, mereka heboh berbelanja.
Sebanyak RM160 ribu dihabiskan sekejap untuk membeli mobil, ponsel, dan perhiasan.
Tidak hanya itu, Mona juga melakukan operasi plastik untuk mengencangkan kulitnya dengan biaya RM13 ribu.
Affandi tidak kalah gelap mata. Ia berfoya-foya, hingga dalam masa sepuluh hari, uang RM300ribu sudah habis.
Tatkala menghabiskan uang panas itu, mereka tak mengingat Mazlan sama sekali.
Tak datang rapat
Beberapa hari setelah Mazlan terkubur di rumah Mona, para kerabat mulai curiga.
Baca Juga:Berpihak di Larisa Chou, Istri Kedua Ustazd Arifin Ilham Singgung Soal Luka: Cara Menenangkan Jiwa..
Kemana Mazlan? Rasanya tak mungkin ayah dua anak yang begitu giat bekerja, absen tanpa kabar berhari-hari. Apalagi ia pun tidak hadir dalam rapat penting di Raub.
Rekannya, ADUN di Benta, Datuk Zuki Kamaludin akhirnya melapor ke polisi. Isi laporan, kemungkinan orang hilang atau diculik. Sebab ia sudah tidak muncul pada pertemuan resmi sejak tanggal 3 Juli 1993.
Polisi pun mulai melacak tempat-tempat yang sering dan yang terakhir didatangi Mazlan. Diketahuilah kalau Mazlan lumayan sering berkunjung ke rumah sepasang bomoh.
Segera polisi mendatangi rumah bercat putih itu. Rumah itu kosong saat polisi datang. Di sanalah polisi mengetahui kalau Mona dan Affandi tidak tinggal berdua saja, tapi bersama Juraimi.
Pembantu Mona itu lalu dicari. Tak perlu waktu lama bagi polisi untuk menemukannya, ia sudah tertangkap pada kasus narkoba, 13 Juli 1993.
Kepada polisi, 19 Juli 1993, Juraimi mengatakan soal kepergian Mona dan Affandi, ke Kuala Lumpur. Namun ia masih menutupi perilaku bejat mereka.
Polisi merasa tidak puas. Rumah Mona dan Affandi kemudian digeledah. Ditemukan rekaman video, album foto, dan sertifikat milik Mazlan di rumah itu. Polisi semakin yakin, hilangnya Mazlan sudah pasti berkaitan dengan trio ini.
Pengakuan beberapa saksi, Mazlan pernah terlihat bersama Mona dan Affandi keluar kampung Hulu Dong menggunakan mobil Mazlan.
Mobil itu pun kemudian dicari, namun nihil. Akhirnya polisi membuat pengumuman di koran agar siapa saja yang melihat mobil itu segera melapor.
Beberapa hari kemudian, seorang salesman mengaku melakukan transaksi jual beli mobil yang dimaksud. Mobil Mazlan dijual di Pudu, Kuala Lumpur. Penjualnya tak lain dan tak bukan adalah dua sejoli, Mona dan Affandi.
Polisi bergegas melakukan pelacakan. Mona dan Affandi ditangkap di Wangsa Maju, Kuala Lumpur tak lama setelah itu.
Saling tuduh
Mona dan Affandi berkilah saat ditanyai polisi. Mereka mengaku tidak tahu-menahu ke mana perginya Mazlan.
Tapi tak perlu waktu lama untuk memenjarakan mereka, sebab Juraimi akhirnya mengakui pembunuhan kejam itu.
Tanggal 23 Juli 1993, Juraimi menunjukkan tempat mayat Mazlan dikuburkan. Lubang kubur yang digali sendiri oleh Juraimi itu kemudian dibongkar. Ditemukanlah potongan-potongan tubuh Mazlan yang sudah tak berbentuk lagi.
Malam itu gegerlah Kampung Pamah Dong, Ulu Dong, Raub Pahang. Apalagi diketahui, mayat itu adalah orang terpandang di wilayah itu. Di rumah itu juga ditemukan kapak dan parang yang digunakan untuk menghabisi nyawa Mazlan.
Harusnya Mona dan Affandi tak bila lagi mengelak. Namun rupanya dengan wajah yang tenang, kedua orang itu masih saja berkilah.
“Betul kalau kami melakukan upacara mandi kembang, tapi tiba-tiba Juraimi masuk dan menebas leher Mazlan,” kata Affandi.
Sedangkan Juraimi, mengaku membunuh dalam keadaan tidak sadar seolah sudah terhipnotis.
Namun pengakuan Mona dan Affandi terbantahkan dengan kenyataan bahwa mereka memang menginstruksikan Juraimi menggali lubang seminggu sebelum ritual upacara mandi kembang. Termasuk juga Juraimi menyebutkan, Mona dan Affandi bahkan turut mengasah parang sebelum peristiwa itu terjadi.
Seminggu setelah penangkapan ketiga orang itu, ditemukan pula kerangka tubuh manusia di sebuah rumah di Terengganu. Korbannya juga dimutilasi dan dikubur. Polisi curiga Mona dan Affandi juga dalang dibaliknya.
Bekas rumah Mona dan Affandi di Kampung Nelayan, Teluk Gong, Klang juga turut digeledah. Di situ ditemukan juga terkubur beberapa bagian tubuh manusia. Makin kuatlah bukti kejahatan suami-istri itu.
Apalagi pada kasus Mazlan, walau berkelit tidak melakukan penebasan pada leher Mazlan, keduanya terbukti ada pada tempat kejadian perkara saat itu.
Alhasil, perbuatan mereka sudah termasuk dalam pembunuhan berencana dalam hukum Malaysia. Artinya, walau Juraimi yang menebas leher Mazlan, Mona dan Affandi juga harus bertanggung jawab. Karena mereka melakukan perencanaan pembunuhan bersama-sama.
Hukum gantung
Pada 9 Februari 1995, putusan menyebutkan bahwa tiga trio jahat itu dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman gantung. Mereka akan ditahan di Penjara Kajang, Malaysia, untuk menanti kematian.
Anehnya, Mona dan Affandi malah tersenyum mendengar keputusan pengadilan itu.
Mona menunjukkan gelagat aneh setelah dinyatakan bersalah. Ia tampak tenang dan sering tersenyum, juga tampil necis dengan barang-barang glamor di pengadilan.
Setiap persidangan, pakaiannya mahal dan berganti-ganti. Mona menikmati semua perhatian yang ditujukan kepadanya.
Trio pembunuh itu sempat mengajukan banding ke pengadilan pada 1999, namun ditolak. Hukuman gantung tetap menanti. Ditetapkan eksekusinya pada 2 November 2001.
Hari eksekusi
Hari eksekusi tiba. Mona berulang kali berseru, “Aku tak akan mati”.
Sambil tersenyum penuh misteri, Mona mengucapkan kalimat itu berulang-ulang.
Delapan jam sebelum eksekusi mati, Mona dan Affandi diizinkan untuk bertemu dengan seluruh anggota keluarga mereka.
Diceritakan kalau Mona dan Affandi menghabiskan waktu-waktu terakhir itu dengan menasihati anak-anaknya.
Pasangan Mona dan Affandi memang punya banyak anak. Sebab pernikahan keduanya bukan yang pertama, Bagi Mona, Affandi adalah suami ketiga. Sebaliknya, Mona adalah istri kedua Affandi.
Sebuah kelaziman peradilan Malaysia, sebelum tahanan menjalankan hukuman mati, mereka boleh mencicipi makanan kesukaan sebagai makanan terakhir. Namun ketiganya menolak. Bertemu dengan keluarga saja sudah cukup, katanya.
“Tumbuhlah menjadi anak yang baik, jaga diri baik-baik,” petuah Mona pada keluarga saat itu.
Ketenangan mereka sebelum eksekusi membuat banyak pegawai penjara keheranan juga. Apalagi klaim Mona yang menyatakan ia tidak akan mati, masih terus meninggalkan tanda tanya bagi banyak orang. Tidak sedikit yang menghubung-hubungkannya dengan sisi mistis.
Jumat subuh, tiang gantung untuk eksekusi trio pembunuh sudah menunggu. Ketiganya kemudian diborgol dan dipakaikan penutup kepala. Eksekusi itu disaksikan oleh sejumlah kecil penjaga penjara, petugas penjara, dan dokter penjara.
Mereka digiring menuju tiang gantungan, diminta naik ke penyangga kaki masing-masing.
Tali gantung diletakkan di leher. Tepat pukul 05.59 penyangga kaki ditarik, ketiganya jatuh dengan leher tergantung. Mona menutup usianya 45 tahun, Affandi 44 tahun, dan Juraimi 31 tahun. (*)
Artikel ini pernah tayang di Sosok.id dengan judulKisah Politikus Ternama Mati Terpotong 18 Bagian setelah Inginkan Tongkat 'Sakti' Soekarno