Biasa jadi perlombaan saat 17 Agustus, ternyata inilah makna-makna perlombaan. Dari balap karung hingga makan kerupuk
WIKEN.ID- Tanggal 17 Agustus sangat istimewa bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam merayakan HUT RI, masyarakat biasanya ramai-ramai mengadakan beragam perlombaan.
Seperti lomba balap karung, makan kerupuk, tarik tambang hingga panjat pinang.
Selain perlombaan itu, ada juga lomba-lomba lainnya yang lebih baru.
Namun ternyata beragam perlombaan itu ada artinya loh.
Dilansir dari Kompas.com,Sejarawan JJ Rizal beberapa waktu lalu mengatakan tak dapat diketahui pasti siapa tokoh yang mengenalkan dan mengawali kegiatan lomba pada perayaan HUT RI.
"Namun, perlombaan-perlombaan itu merupakan comotan dari masa Belanda dan terutama zaman Jepang yang ditambah dengan aneka lomba baru," kata Rizal.
Tiap lomba juga memiliki makna tersendiri.
Lomba balap karung
Balap karung mengingatkan pada perihnya penjajahan, terutama saat zaman Jepang.
Pada masa pendudukan Jepang, penduduk Indonesia begitu miskin sampai-sampai tak mampu membeli kebutuhan sandang.
Karung goni pun dipakai sebagai gantinya.
Lomba makan kerupuk
Biasanya para peserta berlomba menghabiskan kerupuk yang telah digantung, cara makan pun langsung menggunakan mulut dan tak tangan diikat ke belakang.
Hal ini pun menggambarkan bagaimana kesulitan pangan pada masa penjajahan.
Baca Juga: Bak Petir di Siang Bolong, Amanda Manopo Tiba-tiba Putuskan Vakum dari Dunia Hiburan, Kenapa?
Lomba tarik tambang
Lalu juga lomba tarik tambang yang memiliki maknanya tersendiri.
Tak hanya adu kekuatan, tetapi juga mementingkan tim yang kompak untuk meraih kemenangan.
Melalui tarik tambang, para peserta secara tidak langsung belajar mengenai gotong royong, kebersamaan, dan solidaritas.
Lomba panjat pinang
Sama halnya dengan lomba tarik tambang, biasanya lomba panjat pinang bukan dilakukan perseorangan.
Namun dilakukan oleh tim yang terdiri lebih dari dua orang untuk mendapatkan hadiah pada pohon, bambu atau kayu yang menjulang tinggi.
Zaman dulu, panjat pinang digelar sebagai hiburan saat perayaan-perayaan penting orang Belanda di bumi Indonesia, seperti pesta pernikahan.
Nah, ketika itu penduduk pribumi berlomba-lomba mendapatkan hadiah yang digantungkan di puncak pohon pinang.(*)