WIKEN.ID -Di media sosial, khususnya Twitter sedang ramai membahas kasus fetish kain jarik.
Kasus ini pertama kali diungkap olah salah seorang pengguna twitter bernama @m_fikris.
Ia mengaku menjadi korban seorang oknum mahasiswa bernama Gilang.
Gilang beralasan ingin mengadakan riset dan menyuruhnya untuk membungkus dirinya sendiri menggunakan kain jarik.
Ternyata ini hanya alasan Gilang dan melakukan ini hanya untuk kepuasan seksual semata.
Setelah thread ini menjadi viral, nyatanya banyak yang berani bersuara telah menjadi korban.
Seperti diketahui, istilah Fetish adalah biasanya digunakan untuk menunjukkan dorongan seksual yang ditujukan kepada benda-benda milik jenis kelamin berlawanan, misalnya seorang laki-laki yang tertarik pada pakaian dalam, sepatu, kaos kaki, rambut perempuan.
Salah satu fetish yang kadang ditemui adalah fetish pada pakaian dalam.
Namun, Psikolog Klinis Forensik A Kasandra Putranto justru merasa ragu kalau apa yang dilakukan oleh Gilang itu dikarenakan fetish kain jarik.
Ia justru menduga adanya penyimpangan lain dan bukan merupakan fetish.
Dikutip dari Youtube tvOneNews, Sabtu (1/8/2020), Kasandra Putranto awalnya menjelaskan terlebih dahulu apa itu fetish.
"Fetish itu adalah gangguan atau penyimpangan seksual di mana seseorang mencari pemuasan kebutuhan dari benda-benda mati dan bagian tubuh yang non alat reproduksi, bisa jadi itu kaki, tangan, kuku, jempol. Tapi bukan bagian yang biasanya dan wajarnya orang-orang lain secara normal misalnya," jelas dia.
Selain bagian tubuh lain, bisa juga kepada benda mati, misalnya sepatu, sendal, baju, bagian baju dalam dan sebagainya.
"Nah pertanyaannya adalah, apakah kasus ini adalah kasus fetish? Menurut saya justru patut diragukan karena kebanyakan justru belum memeriksa yang bersangkutan dan justru melibatkan komentar-komentar, pendapat-pendapat yang belum bisa dibuktikan kebenarannya," tutur Kasandra Putranto.
Ia pun menyebut bahwa kasus ini baru bisa dikatakan fetish kain jarik jika sudah dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu kepada pelaku paling tidak.
"Apabila ternyata belum ditemukan, kemudian mungkin juga bisa dilakukan pemeriksaan terhadap korban," tambahnya.
Nah korban inilah yang menurutnya harus dilihat, apa saja yang sudah pernah dilakukan oleh pelaku terhadapnya.
Mungkin misalnya ada foto, dibungkus, dilakban, dan diikat.
"Tapi ada juga yang melaporkan pernah disentuh, kemudian juga ada intimidasi dan sebagainya," katanya.
Untuk itu menurutnya ini sudah masuk ranah pencabulan.
"Dugaan fetish harus ditegakkan, tetapi juga pencabulan sudah pasti hampir bisa diterima. Oleh karena itu tentu saja sudah menjadi ranah hukum, di mana akhirnya kepolisian tentu juga sedang dalam usaha mencari yang bersangkutan," kata dia.
Ia pun menyebut kalau dugaan gangguan seksual yang dialami Gilang harus dibuktikan terlebih dulu kan.
"Cuma kan penyimpangan seksual itu kan banyak, apakah itu terkait juga dengan masalah disorientasi, apakah itu dengan objeknya, nah persoalannya adalah ketika kita bicara fetish adalah benda mati atau tubuh, nah sementara konon katanya ada fotonya saja, ada yang kemudian dibungkus kemudian dilakban, ada yang bahkan tidak pakai jarik," jelas Kasandra Putranto.
Itu artinya, menurut Kasandra Putranto, Gilang cenderung tidak konsisten antara satu dengan yang lainnya saat melakukan aksinya.
Untuk itu harus dikumpulkan terlebih dahulu semuanya, dan juga harus dilakukan pemeriksaan terhadap korban.
"Baru dapat kita kembangkan apakah betul ini termasuk fetish atau bukan, saya yakinnya juga mungkin ada kemungkinan lain, dugaan lain itu juga patut diperhitungkan karena sekarang ini justru semua orang sudah semakin yakin bahwa itu fetish dan sudah langsung memberi nama yang menurut saya justru belum boleh dilakukan," ungkapnya.
"Persoalannya adalah di kasus ini saja mungkin saya rasa hanya saya yang meragukan bahwa itu fetish, karena semuanya sudah langsung mengeluarkan pendapat bahwa ini fetish dan diyakini kebenarannya, bahkan sudah dilabel," tambahnya.
Padahal berdasarkan cerita korban di media sosial, ia melihat adanya bentuk kekerasan, di mana beberapa korban ada yang mengaku diikat kemudian dilakban.
"Bahkan ada juga yang tidak menggunakan jarik, jadi sebenarnya pengenaan label fetish jarik tidak tepat, karena ternyata tidak konsisten gitu. Persoalannya, yang jadi sumber pemuasan ke kebutuhannya itu adalah jariknya atau orangnya? Kalau orangnya, ini kan berarti sudah benda hidup ya, berarti kan kembali lagi dugaan fetish ini tidak dapat kita tegakkan," jelasnya.
Sehingga untuk menggali tentang penyebab itu, menurut Kasandra Putranto, pelakunya harus kita temukan dan kemudian diperiksa.
"Yang jelas, ada kemungkinan penyimpangan yang lain, yang bukan fetish," tuturnya.(*)