WIKEN.ID - Nama Anji belakangan menjadi trending topic di twitter usai mengomentari potret jenazah pasien Covid-19 karya Joshua Irwandi.
Dirinya trending lantaran menganggap bawah foto tersebut penyebarannya di sosial media sangat tertata dan berpola.
Tak cuma itu, ia jugaberkomentar Covid-19 tidak berbahaya.
Ia percaya Covid-19 itu ada, namun tidak berbahaya.
Sontak saja pernyataan tersebut menuai pro dan kontra.
Bahkan Anji pun siap apabila harus datang ke wisma atlet tempat penanganan Covid-19 namun ia mau agar selama dirinya di sana didokumentasikan,
Padahal dari foto yang diunggah oleh Joshua Irwandi memperlihatkan betapa miris dan menyeramkannya virus corona.
Berikut caption Joshua Irwandi yang sudah di terjemahkan:
Memotret para korban coronavirus di Indonesia adalah fotografi yang paling memilukan, paling menakutkan yang pernah saya lakukan.
Dalam pikiran saya pada saat itu saya hanya berpikir apa yang terjadi pada orang ini mungkin terjadi pada orang yang saya cintai, orang yang kita semua cintai.
Saya telah menyaksikan secara langsung bagaimana para dokter dan perawat terus mempertaruhkan hidup mereka untuk menyelamatkan kita.
Mereka adalah pahlawan sejati dari kisah ini, dan satu-satunya cara untuk menghargai pekerjaan mereka adalah mengikuti apa yang mereka sarankan kepada kita.
Kami merasa sangat penting bahwa gambar ini harus dibuat. Untuk memahami dan terhubung ke dampak manusia dari virus yang merusak ini.
Gambar ini diterbitkan di sini hari ini sebagai pengingat dan peringatan, akan bahaya yang terus membayangi.
Untuk memberi tahu kami tentang biaya manusia dari coronavirus dan bagaimana pemerintah dunia membiarkan masalah ini sampai sejauh ini.
Ketika kita menuju gelombang kedua pandemi, orang harus menyadari bahwa mereka tidak bisa menganggap enteng masalah ini.
Foto ini menyertai artikel yang muncul di National Geographic Magazine @natgeo dalam edisi Agustus 2020 mendatang yang baru. Tautan di BIO.
Ini juga pertama kalinya saya melihat gambar dalam cetakan.
Ada banyak orang yang harus berterima kasih, terutama @kayaleeberne, di mana ini adalah cerita cetak NG pertama yang dia edit;
@ jamesbwellford karena bereaksi pada cerita sejak awal; @andritambunan, @kkobre, dan @paullowephotography atas saran mereka;
dan yang tak kalah pentingnya mentor saya @geertvankesterenphoto atas dukungannya yang tak henti-hentinya sejak hari pertama.
Saya ingin mempersembahkan ini untuk staf medis - yang upaya tanpa pamrihnya memungkinkan kami untuk terus hidup.
Saya benar-benar rendah hati berada di tengah-tengah mereka melawan pandemi ini.
Dan kepada almarhum Paman Felix saya, yang dua tahun sebelum dia meninggal awal tahun ini, mengirimi saya email: "Teruslah mengambil gambar dan jangan pernah gagal melapor agar dunia tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Silakan bagikan cerita ini dan silakan bertindak.
Ini adalah pandemi seumur hidup kita. Kita harus memenangkan pertempuran ini.
Dari unggahan di atas Anji melihat ada sesuatu yang aneh dengan beredarnya foto tersebut secara luas.
Ia pun menyampaikan pandangan pribadinya tentang beberapa kejanggalan yang dia temukan.
"Tiba-tiba secara berbarengan foto ini diunggah oleh banyak akun-akun ber-follower besar, dengan caption seragam," tulis Anji mengawali analisanya, dikutip Wartakotalive.com dari akun Instagram pribadinya, Minggu (19/7/2020).
Anji heran kenapa foto tersebut disebarluaskan secara bersamaan oleh beberapa akun. Sangat terpola.
"Sebagai orang yang familiar dengan dunia digital, buat saya ini sangat tertata.Seperti ada KOL (Key Opinion Leader) lalu banyak akun berpengaruh menyebarkannya. Polanya mirip. Anak Agency atau influencer/buzzer pasti mengerti,"tulisnya.
Anji juga mempertanyakan sang fotografer yang diperbolehkan melakukan pemotretan.
"Dalam kasus kematian (yang katanya) korban cvd, keluarga saja tidak boleh menemui. Ini seorang Fotografer, malah boleh. Kalau kamu merasa ini tidak aneh, artinya mungkin saya yang aneh," imbuhnya
"Saya percaya cvd itu ada. Tapi saya tidak percaya bahwa cvd semengerikan itu.Yang mengerikan adalah hancurnya hajat hidup masyarakat kecil. EDIT : saya menulis cvd karena malas menulis covid," Anji menandaskan.
(*)