WIKEN.ID-Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, sempat menggegerkan lewat pernyataannya terkait pembebasan napi koruptor karena wabah corona.
Banyak masyarakat yang tidak setuju dengan usulan tersebut.
Bahkan Najwa Shihab menilai pembebasan napi korupsi tersebut mengada-ada.
Presiden Jokowi pun langsung merespon dengan tidak menyetujui usulan itu.
Lewat acara Indonesia Lawyers Club pada Selasa (7/4/2020), Yasonna menjelaskan asal mula usulan yang sempat mengegerkan publik itu.
Ia pun sempat ‘curhat’ dirinya menerima kritik habis-habisan.
"Saya dikritik habis oleh banyak orang, sampai-sampai saya mengatakan belum apa-apa sudah memprovokasi, membuat halusinasi, dan imajinasi tentang apa yang belum dilaksanakan," kata Yasonna.
Baca Juga: Siapa Sangka Mengonsumsi Ini Secara Rutin Ternyata Bisa Menurunkan Resiko Penyakit
Sebelum membahas pokok persoalan, Yasonna menjelaskan mengapa bisa muncul ide pembebasan narapidana.
Yasonna menceritakan dirinya mendapat pesan, dari Komisi Tinggi Untuk HAM PBB, Michelle Bachelett, Sub Komite Pencegahan Penyiksaan PBB yang merekomendasikan agar Indonesia membebaskan sejumlah napinya yang tinggal di lapas dengan kapasitas yang sudah terlalu banyak.
Yasonna menambahkan tidak sembarang napi bisa dikeluarkan, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
"Pelaku yang sakit, pelaku yang rendah risiko, perempuan, perempuan hamil, perempuan menyusui, penyandang disabilitas, tahanan politik, napi yang sudah tua, dan masih banyak lagi," ujarnya.
Pria kelahiran Tapanuli tersebut lanjut menjelaskan bahwa pembebasan napi tidak hanya dilakukan di Indonesia, namun di seluruh dunia.
"Ini dilakukan di seluruh dunia Pak Karni," terang Yasonna.
Yasonna mencontohkan Iran yang telah membebaskan 85 ribu napi, dan memberikan amnesti bagi 10 ribu tahanan politik mereka.
"Saya disurati Dubes Iran untuk membebaskan, dan memberi perhatian pada napi-napi warga negara Iran, tapi ketentuan perundang-undangan, saya tidak memungkinkan melakukan itu," kata Yasonna.
Baca Juga: Bahu-membahu Lawan Corona, Perusahaan Ini Sediakan ATM Beras untuk Warga Kurang Mampu
"Polandia membebaskan 20 ribu, Amerika, California membebaskan 3.500, New York 1.000, masing-masing negara bagian mengeluarkan banyak."
Yasonna kemudian mencontohkan negara-negara yang tidak melakukan pembebasan narapidana justru mengalami kerusuhan.
"Dan negara-negara yang enggan melakukan pembebasan napi di tengah badai konflik Covid-19 mengalami kerusuhan," katanya.
Negara-negara yang dicontohkan Yasonna mengalami kerusuhan karena konflik dengan napi di antaranya adalah Thailand, Italia, dan Kolombia.
Baca Juga: Bahu-membahu Lawan Corona, Perusahaan Ini Sediakan ATM Beras untuk Warga Kurang Mampu
Merujuk dari imbauan PBB, akhirnya Yasonna membicarakan masalah tersebut dengan Presiden Jokowi.
"Dan setelah memerhatikan kondisi real di lapas kami yang sangat over (kelebihan) kapasitas, kami berkumpul dengan teman-teman memperhatikan imbauan dari Komisioner Tinggi HAM PBB, kami berpendapat bahwa kita harus membebaskan dengan beberapa persyaratan tertentu," kata Yasonna.
Yasonna menekankan bahwa pada saat rapat terbatas (ratas) dengan RI 1, di sana sama sekali tidak dibahas tentang usul pembebasan koruptor.
"Dalam Ratas ini kami bawa, presiden setuju untuk yang 30an ribu ini, kami tidak berbicara Tipikor, benar apa yang disampaikan Bapak Presiden," terangnya.
Selepas melaksanakan rapat dengan Presiden Jokowi, baru ia bertemu dengan komisi 3 DPR.
Di rapat tersebut Yasonna mengatakan ia menceritakan terkait rencana pembebasan narapidana yang sebelumnya telah disetujui oleh Jokowi.
Kemudian pada rapat dengan Komisi 3 DPR tersebut baru muncul ide untuk membebaskan napi di luar tindak pidana umum.
"Beberapa teman Komisi 3, saya tidak perlu menyebutkan nama, mengatakan mengapa diskriminatif?
Mengapa tidak ikut napi yang lain?" kata Yasonna menirukan pertanyaan anggota DPR kala itu.
"Saya bilang kalau kita masuk ke napi yang tertentu, itu harus merevisi PP," jawab Yasonna.
Yasonna lalu menjelaskan bahwa usulan tersebut lah yang akhirnya membuat heboh publik.
"Tidak ada dibicarakan, tapi ditangkap oleh publik kami akan melepaskan, napi Tipikor, dan yang lain-lain itu," kata Yasonna.
Dirinya kembali menegaskan bahwa ia hanya menyampaikan masukkan dari para Anggota Komisi 3 DPR.
"Kalau saya mau itu (membebaskan napi Tipikor) kenapa enggak pada ratas yang sama kami satu laporan kepada Bapak Presiden, ini kita bebaskan begini, tapi kan saya harus menjawab apa yang disampaikan teman-teman di komisi 3," papar Yasonna.
Meskipun setelah itu dihujat banyak pihak, Yasonna mengakui sudah siap menerima hal tersebut sebagai risiko pekerjaan.
"Langsung kami dituduh dengan segala macam, oke itu konsekuensi dari sebuah jabatan Bang Karni, i take it (saya terima itu)," ucap Yasonna.(*)