WIKEN.ID -Usia kanak-kanak pada umumnya dihabiskan dengan bermain bersama teman sebaya.
Biasanya anak-anak bermain bersama temannya di sekolah maupun pada saat pulang sekolah.
Namun, hal itu berbeda dengan yang dialami Aan Nur Pratama.
Bocah 12 tahun tersebut berasal dari Desa Bapangi, Panca Lautang, Sidrap, Sulawesi Selatan.
Sejak lima tahun terakhir, bocah yang duduk dibangku kelas 5 SD ini harus menjadi tulang punggung keluarganya.
Aan memulainya usai pulang sekolah, setelah Lonceng SD Negeri 5 Wanio, Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan berbunya, Aan Nur Pratama langsung bergegas menyalami gurunya untuk pamitan pulang sekolah.
Siswa kelas 5 SD itu langsung pulang menuju rumahnya.
Setibanya dirumah, ia langsung merawat ayahnya yang sedang sakit dan neneknya yang sudah pikun.
Ayahnya bernama Bahri, diketahui sang ayah lumpuh karena kecelakaan kerja.
kecelakaan kerja tersebut membuat tulang belakangnya patah dan mengalami kelumpuhan.
Neneknya pun sudah pikun, sehingga keduanya hanya bisa berbaring di tempat tidur masing-masing.
Sementara Ibu Aan, sudah pergi meninggalkan keluarga setelah kejadian ayahnya lumpuh.
Dilansir dari kompas.com ayah Aan, Bahri, mengungkapkan bahwa ia lumpuh sudah sejak enam tahun yang lalu.
"Saya sudah enam tahun menderita lumpuh akibat kecelakaan kerja. Saat itu saya tertimpa batu bata, dan divonis patah tulang belakang. Beruntung Aan bisa merawat saya dan neneknya yang sekarang sudah pikun," kata Bahri di rumahnya Desa Bapangi, Kecamatan Panca Lautang, Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, Selasa (25/02/2020).
"Demi memenuhi kebutuhan sehari-hari Aan bekerja juga sebagai buruh di pembuatan batu bata," sambung Bahri saat Aan menyisir rambutnya.
Setelah selsai merawat dan membuatkan makan untuk sang ayah dan neneknya, Aan Nur Pratama pamit dan bergegas menuju tempatnya bekerja sebagai pengrajin batu bata.
Walaupun panas dan teriknya matahari tak menghalangi semangat AAn untuk mencari nafkan guna menghidupi keluarganya.
Bekerja mengeringkan batu bata setengah hari, sesekali Aan menyeka keringat demi diupah 30 ribu untuk biaya sekolah dan kebutuhan keluarga.
Sedangkan untuk makan, Aan mengandalkan pemberian dari pemilik usaha batu bata.
"Aan anaknya rajin dan telaten, dia mampu menjemur batu bata sebanyak 7.000 hingga 10.000 dalam setengah hari. Kadang jika Aan menjemur lebih dari biasanya terpaksa saya harus berhutang upah kepada Aan jika pesanan batu bata belum dibayar pelanggan," ungkap Ancu, Bos Aan.
Seharian sekolah, merawat ayah dan nenek, serta bekerja di pabrik batu bata, peluh Aan diacuhkan untuk kebutuhan sehari-hari keluarganya.
"Capek. Namun untuk biaya sekolah dan kebutuhan keluarga, sakit dan peluh terbiasa. Saya juga akan menabung demi mengejar cita-cita menjadi tentara dan polisi," lirih Aan sambil menyeka keringatnya.
Walau mendapatkan bantuan beras sejahtera, tapi keluarga Aan tidak pernah mendapatkan bantuan biaya perawatan dari Pemerintah Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan. (*)