WIKEN.ID -Baru-baru ini diketahui telah kembali membongkar kembali kasus suap.
Kali ini terkait pengurusan kuota impor bawang putih.
Seperti yang dilansir dari Tribunnews, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, menyebut nama Tatam di sidang suap pengurusan impor bawang putih.
Sidang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Takdir, salah satu JPU pada KPK itu menanyakan kepada mantan anggota Komisi VI DPR, I Nyoman Dhamantra.
"Saksi kenal Tatam?" tanya Takdir
Baca Juga: Ngaku Pernah 9 Tahun Jadi Pengikut Ajaran Sesat, Artis Lawas Ini Rupanya Dulu Jadi Petani!
"Kenal," jawab Dhamantra.
"Siapa?" tanya Takdir.
"Putranya Ibu Mega (Megawati Soekarnoputri,-red)," jawab Dhamantra.
Disinyalir nama Tatam merujuk Mohammad Rizki Pratama.
Tatam merupakan seorang pengusaha anak dari Megawati dengan almarhum Surindro Supjarso.
Surindro merupakan pilot pesawat AURI dan perwira pertama pada Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) Republik Indonesia wafat lantaran kecelakaan pesawat di perairan pulau Biak, Irian Jaya, pada tanggal 22 Januari 1970.
Di persidangan itu, JPU pada KPK tidak menggali lebih jauh sosok Tatam.
Serta, kaitan dengan suap impor bawang putih yang menyeret mantan politikus PDI Perjuangan asal Bali itu.
Untuk diketahui, Nyoman dihadirkan Jaksa KPK sebagai saksi untuk terdakwa Direktur PT Cahaya Sakti Agro (CSA) Chandry Suanda alias Afung, Direktur PT Sampico Adhi Abattoir Doddy Wahyudi dan Wiraswasta Zulfikar.
Berawal dari pengajuan kuota impor bawang
Dikutip dari Kompas.com, Pada tahun 2018, Afung dibantu Dody berniat mengajukan kuota impor bawang putih.
Sekitar Juli 2018, Afung mengajukan PT CSA sebagai perusahaan importir bawang putih sebagai penyedia wajib tanam 5 persen untuk memperoleh Rekomendasi Impor Produk Holtikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian.
"Kemudian pada bulan Oktober 2018, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia menerbitkan Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih sebesar 20.000 ton kepada PT Cahaya Sakti Agro (CSA)," kata jaksa KPK Takdir Suhan saat membaca surat dakwaan.
Namun, perusahaan Afung gagal menyelesaikan kewajiban pembayaran kepada PT Pertani (Persero) atas wajib tanam yang telah dilaksanakan oleh PT Pertani (Persero) pada tahun 2018.
Pada awal tahun 2019, Afung kembali berniat mengajukan kuota impor bawang putih. Afung mengajukan 4 anak usahanya sebagai mitra kerja sama dengan PT Pertani (Persero) guna memenuhi kewajiban tanam 5 persen. Kewajiban itu sebagai syarat agar RIPH dari Kementerian Pertanian diterbitkan
Kesepakatan fee Rp 3,5 miliar
Pada tanggal 1 Agustus 2019, Mirawati bertemu dengan Dody, Zulfikar, Elviyanto serta orang kepercayaannya bernama Indiana dan Ahmad Syafiq. "Dalam pertemuan tersebut disepakati commitment fee terkait pengurusan kuota impor bawang putih sebesar Rp 3,5 miliar dan Elviyanto meminta agar terdakwa II Dody Wahyudi menyerahkan uang muka sebesar Rp 2 miliar untuk memastikan kuota impor," ujar jaksa.
Tanggal 7 Agustus, Dody, Zulfikar, Elviyanto, Indiana dan Ahmad Syafiq bertemu membahas teknis pengiriman fee itu ke I Nyoman Dhamantra.
Elviyanto menginstruksikan agar commitment fee ditransfer ke rekening money changer Indocev milik I Nyoman Dhamantra lewat transfer ke nomor rekening atas nama seseorang bernama Daniar Ramadhan.
"Terdakwa III Zulfikar mengirimkan uang sebesar Rp 2,1 miliar ke nomor rekening Dody Wahyudi.
Setelah uang dari terdakwa III Zulfikar masuk, terdakwa II Dody Wahyudi mengirimkan uang sejumlah Rp 2 miliar ke money changer Indocev atas nama Daniar Ramadhan sebagai commitment fee pengurusan kuota impor bawang putih," papar jaksa.
Selanjutnya, Afung bertemu dengan Dody Wahyudi. Pada kesempatan itu, Dody menginformasikan bahwa uang Rp 2 miliar telah ditransfer ke I Nyoman Dhamantra.
Di sisi lain, Dody bersama Ahmad Syafiq telah membuat rekening bersama di Bank BCA untuk memasukkan uang Rp 1,5 miliar.
Uang itu disiapkan sebagai sisa commitment fee Rp 3,5 miliar yang sudah disepakati sebelumnya.
Sisa fee itu akan diserahkan ke Dhamantra apabila SPI dari Kementerian Perdagangan untuk perusahaan Afung telah diteebitkan.
Menurut jaksa, perbuatan ketiga terdakwa memberikan uang Rp 3,5 miliar ke Dhamantra bertentangan dengan kewajiban Dhamantra selaku penyelenggara negara untuk tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
"Terdakwa I Chandry Suanda alias Afung, terdakwa II Doddy Wahyudi bersama-sama terdakwa III Zulfikar memberi sesuatu berupa uang sebesar Rp 3,5 miliar kepada pegawai negeri atau penyelenggara, yaitu I Nyoman Dhamantra selaku anggota DPR RI Komisi VI periode 2014-2019," kata jaksa.
Mereka didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.(*)