Kawanan Gajah Datangi Situs Kerajaan Sriwijaya, Memakan Tanaman di Kebun Warga

Jumat, 11 Oktober 2019 | 11:55
KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO

Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) jinak milik Elephant Response Unit di kamp Tegal Yoso, Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur.

WIKEN.ID - Situs Permukiman Kerajaan Sriwijaya di Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan kedatangan sekawanan gajah.

Setiap memasuki bulan kemarau, kawanan gajah ini selalu terlihat di beberapa tempat di Cengal, seperti Desa Ulakedondong dan Desa Kuala Sungai Jeruju.

Kawanan gajah yang diperkirakan berjumlah belasan itu diketahui warga Desa Ulakedondong.

"Seorang warga melihat kawanan gajah itu pada Kamis kemarin," ucap Seringguk, salah satu warga Desa Cengal.

Lokasi situs Kerajaan Sriwijaya di Cengal merupakan lokasi pencarian benda-benda peninggalan sejarah Sriwijaya atau lokasi pemburuan harta karun.

Baca Juga: Disiksa Selama Hampir 50 Tahun dan Sering Makan Kertas dan Plastik, Gajah Ini Hampir Saja Bernasib Buruk Sepanjang Hidupnya Kalau Saja Tidak Diselamatkan

Saat musim kemarau, Seringguk menceritakan bahwa kawanan gajah tersebut memang sering melintasi Desa Ulakedondong dan Kuala Sungai Jeruju.

Jalur yang dilalui kawanan gajah tersebut antara tanah mineral dan gambut.

Kawanan gajah tersebut juga memakan tanaman di kebun warga seperti pisang, bambu, dan kelapa.

“Tahun 2015, mereka merusak pondok warga di kebun sebab seorang warga coba menghalaunya. Kawanan gajah itu justru pergi ketika warga tidak menghalaunya,” kata Seringguk.

Baca Juga: Dulu Ngetop di Sinetron, 5 Artis Ini Malah Gagal dan Tak Dilirik Banyak Orang Saat Menyanyi dan Buat Grup Vokal di Tahun 90an!

Jika menelusuri catatan sejarah kerajaan Sriwijaya, menyatakan kerajaan tersebut dikenal dengan kerajaan dengan seribu gajah.

Salah satu kemungkinannya gajah merupakan sara transportasi, baik dalam ektivitas ekonomi maupun militer.

“Sebenarnya, gajah sudah digunakan masyarakat di Asia Tenggara, jauh sebelum hadirnya Kerajaan Sriwijaya. Bangsa melayu awal di Sumatera menggunakan gajah sebagai sarana transportasi dan tenaga pengangkut di daratan,” kata Dr. Husni Thamrin, budayawan melayu Palembang dikutip dari mongabay.co.id, Sabtu [05/10/2019].

Seorang arkeolog, Nurhadi Rangkuti juga menyatakan kawasan Cengal merupakan sebuah teluk yang dijadikan bandar saat masa kerjaan Sriwijaya.

Husni menambahkan, bandar itu sudah ada sebelum lahirnya kerajaan Sriwijaya. Sebab, jika melihat peta secara geografis, posisi Teluk Cengal sangat strategis.

Baca Juga: Bukan Kucing atau Anjing, Video Ini Tampilkan Cara Unik Seorang Pria Memanggil Kawanan Gajah

Cengal menghubungkan Kalimantan (barat dan selatan) dengan Pulau Jawa (utara dan barat).

"Bahkan dulunya kawasan ini berpasir seperti pantai di Bangka. Saya menemukan banyak hamparan pasir di lahan pembatas gambut dan mineral di Cengal,” katanya.

Mengenai kawanan gajah, Husni memperkirakan bahwa gajah ini digunakan sebagai alat transportasi dan angkutan barat dari daratan ke kapal.

“Mereka melintasi permukiman atau kota di masa lalu, tempat hidup dan beraktivitasnya leluhur mereka,” jelas Husni.

Baca Juga: Dua Pelaku Penusuk Wiranto Bukan Warga Pandeglang, Salah Satunya Pernah Menikah 2 Kali

Peneliti dari CIFOR, lembaga yang mengkampanyekan keberadaan gajah di Kabupaten OKI dalam film “The Elephants of South Sumatra” sebagai upaya penyelamatan rawa gambut, Yusuf Bahtimi menjelaskan kawasan Cengal merupakan habitat atau wilayah gajah di kabupaten OKI.

Tercatat ada 27 individu.

Sedangkan wilayah gajah di Kabupaten tersebut sekitar lima kawasan, yaitu Cengal, Penyambungan, Sebokor, Jalur 23, dan Lebong Hitam.

Film “The Elephants of South Sumatra” ditayangkan dalam rangka peringatan Hari Bumi 2019 dengan mengambil tema Protecting Our Species.

“Koridor gajah yang ada di Kabupaten OKI merupakan memori dari para leluhur gajah di sana. Jadi saya sangat setuju jika ada hubungan yang kuat antara koridor gajah dengan situs permukiman Kerajaan Sriwijaya,” ujarnya. (*) (Mega Khaerani)

Editor : Alfa