WIKEN.ID - Konflik dalam keluarga antara orangtua yang terus menerus terjadi bisa membuat anak trauma.
Tak peduli anak yang masih berusia belia hingga dewasa, akan terguncang saat melihat konflik rumah tangga hingga terjadi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Hal ini yang mungkin dirasakan anak pertama korban kekerasan dalam rumah tangga orang tuanya.
Herman, anak korban A, mendengar kekerasan yang dialami ibunya melalui dari tantenya.
Herman pun bergegas pulang untuk melihat kondisi ibunya dan menemaninya membuat laporan serta membawanya ke rumah sakit terdekat.
"Untuk awal, kebetulan posisi saya sedang tidak di lokasi, saya lagi di luar. Saya baru dapat kabar saat saya arah pulang dari Bekasi. Saya dikabari ditelepon oleh kakak angkat saya bahwa ibu saya dipukuli. Saya langsung pulang," ujarnya yang dikutip dari TribunnewsBogor.com.
Ketika sampai di rumah, orang tuanya sudah membuat laporan penganiayaan ke Polsek yang didampingi keluarga lainnya.
Dari polses, ibunya dibawa ke RSUD Cibinong untuk dilakukan visum dan dirawat.
Ibu Herman adalah korban kekerasan dalam rumah tangga dengan pelaku suaminya sendiri.
Warga Desa Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini dihajar oleh suaminya karena memergokinya berselingkuh.
Perselingkuhan dan KDRT ini bukan kali pertama dilakukan suami korban, tetapi baru kali ini korban berani bercerita.
Terkait kabar perselingkuhan, Herman mengaku bahwa mendengar kabar tersebut dari pihak saudara yang memang tinggal berdekatan dengan ibunya.
"Kalau untuk selingkuh saya tahu hanya segelintiran. Karena saya itu jarang di rumah, kebetulan saya di luar. Paling tahu kabar itu dari bibi dari saudara-saudara saya yang mengadu ke saya," jelasnya.
Baca Juga: Awalnya Antar Pizza ke Pelanggan, Pria Ini Tak Menyangka Akhirnya Jadi Pahlawan dari Kasus PenganiayaanHerman mengungkapkan juga bahwa kejadian KDRT yang menimpa ibunya juga pernah dialami.
Hanya saja, kejadian sebelumnya Herman tidak membuat laporan ke pihak berwajib lantaran permintaan sang ibu.
Terkait biaya, Herman menjelaskan bahwa masyarakat yang mengetahui kasus ini terketuk hatinya sehingga melakukan pengumpulan biaya sukarela untuk biaya berobat (A).
"Kalau untuk biaya, pertama masuk itu tidak bisa pakai BPJS karena BPJS tidak mengcover KDRT. Terus warga sini simpati dan secara swadaya untuk melakukan sumbangan untuk biaya pengobatan. Karena pihak rumah sakit mengatakan bahwa ibu syarafnya kena, matanya juga pendarahan," jelasnya.
Beberapa netizen yang mengetahui kondisi ini pun membuka donasi melalui donasi online, Kitabisa.
Donasi dengan judul 'Bantu korban kdrt' sudah terkummpul dana hingga Rp 13,3 juta.
Donasi yang terkumpul ini jauh dari target yang hanya Rp 5 juta. (*)